Sabtu, April 28

Muslim Sejati; Taat ON, Maksiat NO

Kata taat dan maksiat merupakan dua kata yang saling bertolak belakang. Taat adalah tanda ketundukan serta kepatuhan. Sedangkan maksiat tanda pembangkangan dan pengacuhan.

Jika berbicara terkait taat atau maksiat kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala, maka taat berarti tuntuk serta patuh pada perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangannya. Dan ketaatan harus dimurnikan dengan mengikutsertakan keikhlasan. Dengan kata lain, taat tanpa syarat. Adapun maksiat, berarti melaksanakan apa-apa yang diharamkan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan meninggalkan kewajiban-kewajiban syariat-Nya yang telah ditetapkan.

Sebagai seseorang yang mengaku sebagai seorang muslim, baik secara lisan, perbuatan, hati maupun KTP, semestinya ketaatan merupakan suatu aktivitas yang dilaksanakan terus-menerus tanpa terputus hingga maut menjadi pemutus. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, bahkan sampai bangun negara pun ketaatan kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala harus senantiasa diindahkan. Mau masuk WC sampai masuk surga, taat harus senantiasa melekat.

Namun, ketaatan tidak akan bisa dibangun tanpa adanya sebuah ilmu. Tanpa ilmu, apa-apa yang dianggap mendatangkan pahala bisa-bisa justru akan mendatangkan dosa, dan sebaliknya. Dengan kata lain, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Alih-alih menjadi muslim sejati, perbuatan yang dilakukan justru menjadikannya sebagai pemaksiat sejati. Na’udzubillah.

Dari Abu Bakhrah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwasannya ada seseorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi Shollallahu ‘alayhi wa Sallam, “Siapa orang yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik perbuatannya.” Dia bertanya lagi, “Siapa orang yang paling buruk?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya tapi buruk perbuatannya.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, al-Hakim menyatakan Shahih)

Dalam hadits Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam di atas, beliau telah mengisyaratkan kepada kita, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang panjang usia dan baik pula perilakunya di sepanjang usianya. Dan seburuk-buruk manusia ialah yang panjang usianya namun buruk perbuatannya. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya sebagai seorang muslim sejati, kita harus memanfaatkan usia sebaik mungkin. Dan usia yang baik tidak akan bernilai baik kecuali diisi dengan ketaatan, bukan kemaksiatan.

Sebagaimana yang dikataan oleh al-Imam Ibnul Jauzy rahimahullah: “Musibah terbesar adalah keridhaan dirinya sendiri dan merasa cukup dan puas dengan ilmunya. Dan yang semacam ini merupakan bencana yang menimpa kebanyakan orang.”

Merasa cukup dengan ilmu yang telah didapatkan adalah musibah. Karena bisa jadi ketaatan yang telah dilakukan dirasa telah cukup dan akan mampu mengantarkan pada surga Allah. Padahal, Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam  saja yang sebagai seorang Nabi serta dijamin masuk surga oleh Allah masih melaksanakan ketaatan dengan terus-menerus menambah amalannya. Lha, kita ini siapa? Nabi bukan! Rasul pun bukan!

Untuk itulah seharusnya kita was-was dengan amalan kita. Serta bersemangat menambah ilmu syar’i sebanyak-banyaknya agar amalan-amalan yang kita lakukan bernilai ibadah di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, telah dijanjikan kemudahan menuju surga bagi siapa saja yang menapaki suatu jalan demi menuntut ilmu untuk mambangun ketaatan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Iman Musim dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu (syar'i), maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga.”

Dan Allah pun akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana yang Ia janjikan di dalam firman-Nya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (TQS. Al-Mujadillah : 11)

So, Jangan sampai sudah merasa menjalankan ketaatan, namun justru sedang melakukan sebuah kemaksiatan hanya karena ilmu yang nihil atau ilmu yang dicukupkan. Tidakkah kita ingin mendapatkan aliran pahala yang tidak terputus dari ilmu yang bermanfaat yang kita dapatkan dan amalkan sebagaimana yang telah Rasulullah sampaikan? “Apabila anak cucu Adam meninggal dunia maka terputus semua amalannya kecuali dari tiga hal: Shadaqoh jariyyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendo'akannya”

Masih ingin termangu dan berharap ilmu menghampirimu?! Ingin menjadi muslim sejati bukan? Yuk, taat dengan berilmu agar taat tetap ON dan maksiat NO! Jangan hanya menunggu! Karena ilmu butuh diperjuangkan, bukan ditunggu, hehehe …

PEMUDA HARAPAN; PEMUDA BERPERAN, BUKAN BAPERAN


Bicara tentang pemuda tentu tidak akan ada habisnya. Kisah tentang pemuda selalu menjadi kisah yang renyah untuk diperbincangkan. Pun tidak kalah banyak pula kisah-kisah kaum muda yang menginspirasi tatkala diperdengarkan. Saat orang-orang yang tengah berusia tua berkumpul, yang mereka perbincangkan pun tentang masa muda mereka. Gelak tawa terkadang hadir menghiasi perbincangan dan kadang pula mengundang kekaguman.

Tentang usia muda, Islam telah mengklasifikasikannya sejak 14 abad silam. Al-Qur’an membagi fase usia manusia kepada tiga bagian, yaitu lemah, kemudian kuat, kemudian lemah dan beruban. Sebagaimana firman Allah SWT," Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." [QS: ar-Rum: 54]

Fase pertama sering kali kita sebut dengan masa kanak-kanak. Fase kedua disebut dewasa. Sedangkan fase ketiga kita sebut dengan tua. Islam memandang bahwa fase pertama dan ketiga adalah fase kelemahan pada manusia. Sedangkan fase kedua adalah fase kekuatan. Mengapa? Ya, karena fase pertama adalahi fase yang penuh dengan energi.Akan tetapi, pada fase ini manusia belum sempurna akalnya untuk memahami dan melaksanakan hukum-hukum yang telah Allah SWT tetapkan.

Adapun pada fase ke tiga, ia adalah fase dimana informasi tentang banyak hal telah banyak didapatkan. Namun, pada fase ini manusia tidak lagi mampu dengan sempurna (secara fisik) untuk tampil energik melaksanakan hukum-hukum Allah. Jadi, fase yang paling bisa diandalkan, adalah fase kedua. Fase dimana akal telah sempurna dan energi banyak dimiliki.

Masa muda adalah masa yang memakan banyak waktu dibandingkan dengan fase lainnya. Untuk itulah perhatian Islam terhadap masa ini begitu besar adanya. Di dalam hadits riwayat at-Tirmidzi disebutkan pertanyaan yang akan ditanyakan  saat hari pertemuan dengan Allah telah tiba, yang salah satunya adalah  "Masa mudanya untuk apa dihabiskan?". Hadits ini sebenarnya memberikan kita petunjuk sekaligus sebagai perngatan, akankah masa muda kita gunakan untukmembangun ketaatan atau sebaliknya?

Kerusakan-kerusakan yang terjadi hari ini sungguh sudah semakin parah. Dekadensi moral yang terjadi pada para pemuda pun menjadi salah satu kerusakan yang tak lagi bisa dibendung. Jumlah mereka banyak, tapi lemah karena rekayasa sosial tidak mendukung mereka untuk berkarya bagi negeri dan bumi.
Hari ini, mayoritas pemuda terlenakan oleh kehidupan dunia yang bebas. Racun sekularisme-liberal (memisahkan agama dari kehidupan dan bebas) yang menjadi penyebab utamanya sulit disembuhkan lantaran racun ini telah lama menjangkiti dan menawarkan kenikmatan-kenikmatan yang sulit untuk ditolak oleh manusia yang memiliki kecenderungan pada kesenangan.

Pacaran, gaul bebas, dan segala hal yang merusak mereka ambil sebagai gaya hidup atas nama “gaul” dan “trend”. Mental mereka lemah. Karena hidup mereka hanya sibuk memikirkan “besok ketemu pacar pake baju apa?” “Kalau dia putusin aku, hidupku tidak lagi berarti! Padahal, jika diibaratkan sebuah pertempuran, maka para pemuda adalah pemegang kunci-kunci kemenangan. Bukan menjadi penonton atau bahkan menjadi sebab kekalahan terjadi.

Di tengah kerusakan yang terjadi hari ini, sungguh pemuda adalah kaum yang paling digadang-gadang menjadi agen terdepan dalam menciptakan sebuah perubahan. Karena umat telah cukup lelah menghadapi kesempitan hidup yang melanda. Bukan hanya karena harga bahan pokok yang terus meningkat, tetapi lebih daripada itu karena bumi ini tidak diatur dengan aturan Sang Pencipta.

Pemuda! Ayo berperan untuk sebuah perubahan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dan dikabarkan oleh Rasulullah SAW. Islam sebentar lagi akan memimpin dunia. Saat kepemimpinan jatuh ke tangan Islam, apakah kamu salah satu sebab kebangkitan itu diberikan? Kalau hari ini kamu masih jadi pemuda baperan, apa kata penghuni surga?
Ayo berperan, no baperan! Karena kamu adalah harapan.

BERTAHAN ATAU TERBUANG

Mimpi itu tidak satu. Maksud Saya, yang memiliki dan berjuang untuk mewujudkan sebuah impian itu bukan hanya kita. Tapi, jutaan orang lainnya pun iya. Bahkan bisa saja mimpi kita dengan sebagian orang lain hampir sama atau bahkan persis sama.

Untuk itulah, 'pertarungan' dalam meraih mimpi akan senantiasa terjadi. Pun adanya menang atau kalah sudah menjadi sunnatullah. Namun, ingin menjadi pemenang atau yang terkalahkan adalah sebuah pilihan.

Dalam dunia menulis, kita punya mimpi yang hampir sama, jika tidak bisa dikatakan sama persis. Karena biasanya, inginnya ada yang menjadi penulis novel, opini, atau bahkan hanya status di medsos sendiri, hihi. Kalaupun sama-sama ingin menjadi novelis, genre yang diambil dan target pembacanya mungkin berbeda. Nah, intinya sesama pejuang mimpi menjadi penulis sama-sama 'bersaing' untuk mewujudkan mimpi yang terkadang telah lama atau mungkin baru dibangun. Jadi, pertarungan itu pasti.

Tak ada mimpi yang dibangun dengan hanya bermimpi. Membangun sebuah mimpi adalah perkara yang tidak mudah. Ya, tidak mudah! Karena jika mudah saja menggapai impian, pasti tidak ada yang namanya perjuangan.

Pada awalnya, kerangka mimpi harus dirangkai. Agar tergambar bentukan mimpi yang ingin dibangun. Seperti ingin membangun rumah, kerangka rumah harus ada di awal agar bisa mudah menyusun batu bata dan lainnya.

Menjalani aktivitas baru memang belum bisa selihai saat kita menjalani aktivitas yang kita telah terbiasa padanya. Bagi penulis pemula seperti Saya, maka keistiqomahan sangat diperlukan. Agar senantiasa bertahan sampai tujuan tercapai.

Meskipun perjuangan terbesar adalah bertarung dengan diri sendiri, membangun mimpi tidak boleh berhenti. Rasa malas, cepat puas, menunda dan tidak percaya diri adalah rasa yang dimunculkan untuk membunuh mimpi. Jadi hati-hati! Itu namanya 'bunuh diri'.

Setiap naik kelas, tantangan akan semakin besar. Jangan berharap rintangan akan sirna tatkala telah muncul sebagai pemenang. Maka bagi penulis, kata kelulusan itu tidak ada dalam kamusnya. Yang ada adalah senantiasa bersiap diri untuk mematahkan duri selanjutnya.

Ingat! Menjadi orang spesial itu tidak mudah. Meraihnya tidak mudah, dan saat ingin meraihnya pun tidak mudah. Tujuan awal akan menentukan kualitas. Siapa yang berhak bertahan, siapa yang layak terbuang. Dan bagi penulis Muslim tujuannya tetaplah satu, yakni mewujudkan cakrawala pemikiran Islam bagi jutaan pasang mata dan hati yang menanti dan mencari cahaya.

Kota Tepian, 26/04/18, 05.47
RWijaya

#AkademiMenulisKreatif
#PenulisBelaIslam

ISTOQOMAH DALAM HIJRAH

Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya (TQS. Al-Furqan: 58)

Istiqomah memang berat, tapi yakinlah bahagia 'kan didapat

Kala jiwa dan raga telah dibeli oleh Allah, besigap siap bahwa kita memang pantas untuk dibeli oleh-Nya

Manusia akan memilih yang terbaik dari sesuatu yang akan ia beli. Begitupun Allah kala membeli hamba-Nya

Kita kah salah satu yang pantas?
Mari berhijrah, ayo istiqomah

RWijaya
Kota Tepian, 10/04/18

#istiqomah
#hijrah

Untuk Nenek Indonesia

Nek, Aku tak tahu syari'at Islam
Tapi itu dulu, saat hidupku dalam "kejahiliyahan"
Yang kutahu konde Indonesia sangatlah indah
Tapi itu dulu, saat kajian Islam belum kuperindah

Nek, sekarang konde tak lebih indah dari jilbab, kerudung dan cadar
Gerai tekukan rambut nan suci sungguh hina jika harus dinikmati mata-mata liar
Sehina kain yang membungkus ujud seadanya
Terpisah dengan kodrat penciptaannya
Jari jemarinya berbau api membara
Peluh tersentuh kemaksiatan durjana

Ku tak ingin melihat nenek Indonesia sepertimu
Yang semakin asing dengan ajaran-ajaran pencipta

Harusnya kau ingat
Kecantikan asli bukan saat kau berkhianat
Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif
Selamat datang di bumi Allah, bumi petualang yang pasti akan kembali pulang

Nek, Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia sangatlah elok
Tapi itu dulu, saat Aku belum tahu betapa syahdu lantunan adzan yang dikumandangkan kala pertama kali Aku lahir dari rahim ibuku

Satu dari ribuan kalam cinta penuh makna
Gemulai gerak lisan yang menyusurinya adalah ibadah
Semurni goresan iman pada Ilahi
Nafas do'anya berpadu takwa
Bait demi bait panggilan cinta berkumandang
Lelehan demi lelehan airmata mengalir lembut
Canting menggores amal-amal surgawi

Nek, pandangilah dirimu
Saat pandanganmu semakin pudar
Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari syari'at penciptamu
Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada syari'at Islam dan para pendahulunya

Kota Tepian, 04/04/18, 20.44
RWijaya

MAU DIBAWA KEMANA SUARA PEMUDA?

Tahun politik telah tiba. Hilir mudik pengguna jalan telah diramaikan dengan foto-foto yang berseliweran dengan senyum paling bersahaja. Di kota maupun desa, semua sama rata sama rasa. Tidak ada yang memasang wajah garang apalagi wajah penuh ambisi yang tajam. Karena tujuannya bukan untuk menjauhi tapi mencoba untuk mendekati.

Bukan hanya di tempat-tempat umum. Hawa panas tahun politik pun merebak di dunia kampus. Menjadi perbincangan. Bahkan mengisi ruang-ruang diskusi atas nama "pencerdasan".

Tidak bisa dipungkiri bahwa kampus memang sarangnya para intelektual dan aktor perubahan. Di dunia kampuslah para pemuda ditempa banyak pemikiran yang membentuk pola pikir dan pola sikapnya. Jika yang memenuhi ruang pikir pemuda-pemuda harapan masa depan ini adalah pemikiran pragmatis, lalu bagaimanakah nasib bangsa kedepannya? Ya, sudah bisa dipastikan bahwa tidak akan ada perubahan yang signifikan. Yang ada hanya perubahan nama, wajah dan karakter kepemimpinannya.

Padahal, saat ini sudah begitu jelas terlihat bahwa dunia butuh suatu perubahan alias solusi yang mampu menuntaskan segala problematika. Bukan parsial, apalagi hanya satu bidang saja. Lebih-lebih hanya dengan tumpukan-tumpukan skripsi yang bisa dijual beli. Karena kerusakan parah yang terjadi di segala lini; ekonomi, politik, sosial, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya, tidak cukup bahkan tidak mampu diselesaikan hanya dengan tugas akhir yang hanya menjadi simbolis kelulusan. Namun sayangnya, mahasiswa justru dipaksa untuk menyibukkan diri dengan tesis yang tidak memberi seutas harapan bagi perubahan bangsa maupun dunia.

Pemuda selayaknya disiapkan untuk berinovasi dengan membawa solusi hakiki. Solusi yang memanusiakan manusia dan solusi yang mampu mengatur seluruh manusia. Bukan hanya agama, golongan, ras ataupun suku tertentu.

Aturan yang paling tepat tentu aturan yang datangnya dari Sang Pencipta manusia, yakni Allah SWT. Karena di mana-mana, pencipta pasti paling tahu tentang bagaimana mengatur apa yang diciptakannya.

Para pemuda akan sungguh-sungguh cerdas tatkala menjadikan Islam sebagai filterisasi pemikiran dan sikapnya. Tidak terjebak dengan suasana sistem yang bukan habitat aslinya. Mereka menjadi cerdas dan mencerdaskan serta menjadi agen perubahan yang benar-benar diharapkan oleh ummat.

Populasi terbesar didominasi oleh pemuda. Untuk itulah pemuda adalah penentu bagi arah perubahan suatu negeri. Pemuda memiliki energi, ketangkasan dan keberanian yang tidak dimiliki oleh usia sebelum maupun setelahnya.

Lalu, mau dibawa ke mana potensi dan suara pemuda? Ke arah perubahan hakiki dengan Islam ataukah untuk melanggengkan hegemoni penjajah dengan menjadi agen-agen pelaksana kepentingan barat dan sekutunya?

TOLAK L98T

Dunia semakin berusia

Satu problematika belum tuntas, masalah lain bertunas

L98T menghantui pemuda; remaja, mahasiswa bahkan anak-anak yang tak berdosa

Individu tak lagi bertaqwa
Keluarga tak lagi menjaga
Masyarakat tak lagi peka
Negara pun seolah menutup mata

Kemana lagi kita mencari perlindungan?
Kepada mereka yang menjerumuskan ataukah kepada Dia yang Maha menetapkan?

#tolakl98t
#savegenerasimuslim
#islampolitiksolusituntas

BERSAMA

Bersama menuntut kita untuk saling mengerti. Memahami

Bersama memaksa untuk menerima. Berbagi. Lebih maupun kurangnya. Cacat maupun sempurnanya

Bersama memang pahit. Tapi sendiri lebih pahit. Suatu kondisi terkadang menuntut kita untuk lari dari kebersamaan. Namun perpisahan selalu mengajarkan kita untuk meneguk pahitnya kala berjauhan. Menyadari manisnya kebersamaan

Rindu membuncah. Membantah perpisahan. Ingin selalu bersama. Terbayang segala kesalahan. Kekurangan. Kelemahan

Begitulah tentang bersama. Indah. Namun sulit membangunnya jika bukan dengan hati yang lapang. Bening. Tulus. Tanpa pamrih

Hidup memang harus senantiasa belajar. Belajar untuk saling melengkapi. Memusnahkan kerapuhan hawa nafsu. Mengedepankan cinta karena Sang Pencipta menginginkannya

Semua punya cara. Hargai. Senyumi. Maklumi. Karena jika kita berdiri di hadapan cermin, kita pun tak akan mampu melihat diri kita secara keseluruhan

RWijaya
Kota Tepian, 06/05/18, 20.59

BENCANA LUPA

Bencana ilmu adalah lupa. Begitu salah satu bunyi mutiara kata negeri arab.

Ilmu merupakan cahaya kehidupan. Dengan ilmu, manusia digiring dari kebodohan menuju kecerdasan.

Islam tentu agama yang sarat akan ilmu. Ilmu Islam yang diketahui dan diamalkan oleh seorang Muslim akan menjadikannya sebagai seorang Muslim yang berpikir cemerlang.

Dengan ilmu, manusia akan jauh dari kejahiliyahan. Ilmu yang digunakan sejalan dengan inginnya Pengatur Alam Semesta akan meninggikan derajat pemiliknya. Akan menuntunnya menapaki jalan yang lurus hingga sampai di ujung jalan yang indah.

Sebagaimana pepatah arab di atas, ketiadaan ilmu akan menjadi bencana. Manusia akan berbuat semena-mena. Karena tak ada lagi ilmu yang menjaga tingkah lakunya.

Jika ilmu yang terlupakan saja merupakan bencana, lalu bagaimana dengan perisai ummat (Khilafah Islamiyah) yang sengaja dilupakan, dihapuskan, dilenyapkan bahkan dikubur sedalam-dalamnya agar benar-benar jauh dari indera kaum muslimin?

Tentu ketiadaan perisai ini merupakan bencana yang jauh lebih besar bagi ummat. Ummat tidak lagi mengetahui bahwa mereka pernah memiliki institusi politik yang kuat dan berwibawa. Yang bertahan hingga lebih dari 13 abad lamanya untuk mengurusi urusan manusia yang ada di bawah naungannya dengan hukum Allah.

Hari ini, 3 Maret 2018. Mengingatkan kita kembali pada peristiwa 94 tahun yang lalu. Peristiwa paling memilukan bagi ummat Islam, yakni runtuhnya Khilafah Islamiyah.

Berpuluh-puluh tahun para musuh Allah membuat konspirasi jahat yang penuh intrik politik hanya untuk menghancurkan institusi Islam. Dalamnya kebencian mereka akan agama Allah berhasil mereka salurkan melalui tangan seorang pengkhianat, Mustafa Kemal Attaturk.

Meskipun demikian, selamanya kebathilan akan kalah dengan kebenaran. Kita -sebagai seorang Muslim- wajib kembali menggali sejarah kita yang telah lama dikubur. Kembali mengkaji perjalanan dakwah Rasulullah untuk mengembalikan perisai ummat di tengah-tengah kaum Muslim.

Sejarah lain boleh mati, tapi sejarah kejayaan Islam pasti akan terulang kembali. Karena hal itu sudah menjadi janji Ilahi dan kabar gembira dari Muhammad sang Nabi.

"... kemudian akan datang kembali masa Khilafah dengan garis kenabian ..." (HR. Ahmad)

Jika mereka saja bertahan hingga puluhan tahun dalam memperjuangkan kebathilan, mestinya kita tidak boleh kalah dengan mereka. Karena kita berjuang untuk sebuah kemenangan yang pasti terjadi.

RWijaya
Samarinda*, 03/03/18, 11.24

*InsyaAllah Samarinda akan menjadi salah satu bagian dari kekhilafan di masa depan

#BencanaLupa
#MenolakLupa
#PenulisBelaIslam

LELAH UNTUK KALAH ATAU BERJUANG UNTUK MENANG

Bicara tentang bentuk penciptaan adalah bicara ketentuan Pencipta yang telah "apa adanya". Tidak boleh diresahi apalagi dikatai.

Mata sipit, kulit hitam, rambut bergelombang. Semua tidak dalam ranah pilihan manusia. Manusia sedianya menerima tanpa ajuan. Untuk itulah tidak ditetapkan pertanggungjawaban tersebab semua adalah pemberian.

Beda halnya dengan iman, kafir, taat, ingkar, dzolim, fasik. Semua dalam kuasa manusia untuk memilihnya. Dengannya telah Allah anugerahkan akal yang mampu memilih dan memilah benar atau salah. Dan sejatinya, manusia diciptakan cenderung pada kebenaran.

Banyak yang memilih untuk mendiami istana, tapi kalah dengan jalan terjal di hadapannya. Tak ingin lelah menapaki jalannya.

Banyak pula yang memilih untuk fokus pada tujuan. Onak duri tak dihiraui. Namun lupa menjaga amunisi. Berakhir nista. Kembali menjadi jelata.

Adapun jiwa pemenang, pejuang. Keimanan telah mengalahkan segala aral melintang. Sakit baginya nikmat. Nikmat baginya kesakitan yang akan menjauhkannya dari titik kemenangan.

Yang memilih hidup tanpa perjuangan, berjuang sepenggal jalan ataupun berjuang hingga tetes darah penghabisan, semua pasti akan temui lelah.

Yang tidak berjuang akan lelah dengan hati yang gelisah. Lelah tersebab tak jelas arah tujuan. Hidup mengalir bagai air, terus mengikuti jalan meskipun harus berakhir di sebuah lembah penuh kotoran.

Sedangkan yang berjuang sepenggal jalan pun sama. Lelah terengah-engah. Kemenangan tinggal selangkah, namun kaki sudah terlanjur kalah. Dekat dengan suara-suara sumbang. Jauh dari pekikan-pekikan lantang.

Jiwa petualang akan temui lelah. Namun baginya, sebenar-benar istirahat bukan saat diperjalanan, tapi tatkala telah kembali dengan jiwa yang tenang dan membawa kemenangan.

Because, we in the future are our choices in the past.

RWijaya
Kota Tepian, 1 Maret 2018, 21.52

#AkademiMenulisKreatif
#PenulisBelaIslam
#SaveGhoutaWaMuslimin

PERGI UNTUK KEMBALI

Hati berlari, menjauhi

Gersang datang, terasa ingin pulang

Kembali meratapi diri

Lemah. Kurang. Serba terbatas

Hanya Dia yang membersamai

Kala hati tak berkawan lagi

Kala seluruh makhluk memusuhi

RWijaya
Kota Tepian, 21/02/2018, 19.00

#AkademiMenulisKreatif
#PenulisBelaIslam

SANG JUARA

Pernah tahu para juara di dunia? Saya yakin Anda pasti mengenalnya. Sebut saja Muhammad Al-Fatih. Sang juara yang namanya dikenal sebagai penakluk terbaik Konstantinopel. Tahukah Anda apa yang ada di balik kesuksesannya dalam menaklukan kotanya Heraklius itu? Mari kita telusuri!

Muhammad Al-Fatih tumbuh dengan dorongan visi dan misi besar oleh orang tua dan juga gurunya. Visi misi menjadi penakluk terbaik ditancapkan kuat sejak dini hingga berhasil menjadi visi misi milik Muhammad Al-Fatih. Tapi bukan dengan paksaan, melainkan dengan kesadaran mengapa ia harus menjadi penakluk terbaik.

Keinginan yang menghujam di benak al-Fatih bukan tanpa alasan, melainkan karena adanya sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad, yang mengatakan "Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukkan oleh kalian. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya". Sabda inilah yang senantiasa terngiang di telinga Muhammad al-Fatih hingga Konstantinopel benar-benar dalam genggaman Islam.

Tidak dengan persiapan sehari dua hari. Muhammad al-Fatih tiada henti menempa diri dengan berbagai macam ilmu untuk memantaskan diri menjadi pemimpin yang dikabarkan di dalam sabda Nabi. Akhirnya, ia pantas menggenggam kemenangan. Namun, keberhasilannya meraih janji Allah tidak membuatnya berpuas diri. Selepas menaklukkan Konstantinopel, ia membawa pasukannya untuk menaklukkan Balkan, Yunani, Rumania, Albania, Asia Kecil, dll. Bahkan ia telah mempersiapkan pasukan dan mengatur strategi untuk menaklukkan kerajaan Romawi di Italia, akan tetapi kematian telah menghalanginya untuk mewujudkan hal itu.

Atas prestasi yang ia torehkan pada sejarah perluasan Islam di dunia, ia tidak membiarkan kesombongan merajai dirinya. Muhammad al-Fatih tetap mengakui bahwa segala capaiannya adalah berkat izin Allah SWT dan hidupnya benar-benar ia dedikasikan untuk Allah dan Rasul-Nya yang ditandai dengan sujud syukurnya beberapa saat setelah kemenangan ummat Islam berhasil ia wujudkan.

Dunia pun secara sadar maupun tidak, mau tidak mau harus memberikan apresiasi nyata yang luar biasa kepada lelaki yang mampu menaklukkan Kota Heraklius ini. Namanya tertoreh indah dalam catatan sejarah yang akan menjadi salah satu pelajaran berharga sepanjang zaman. Lebih dari itu, penghargaan hakiki sudah pasti Allah sediakan baginya. Berupa  kenikmatan yang tiada taranya jika dibandingkan dengan dunia dan seisinya. Siapapun tidak akan mampu membeli walau dengan harta yang melimpah.

Di sisi lain, Muhammad al-Fatih juga terkenal sebagai pemuda yang menguasai 7 bahasa, juga sebagai pemuda yang giat dalam memperdalam ilmu-ilmu mulai dari matematika, fisika, astronomi, seni perang praktis, militer, dan ilmu-ilmu lainnya. Namun, tujuan al-Fatih tetap satu, yakni menaklukkan Konstantinopel. Itulah kunci sukses yang ia miliki. Yakin akan jadi Allah dan fokus untuk mewujudkannya

Bisa kita bayangkan jika Muhammad al-Fatih lebih memilih zona nyamannya. Berkutat pada urusan perut dan selimut. Enggan berkorban dan lari dari nikmatnya luka perjuangan. Maka, gelar penakluk terbaik tidak akan tersemat pada dirinya. Karena tidak mungkin Allah salah memilih orang yang pantas menyandangnya.

Muhammad al-Fatih tahu betul bahwa mewujudkan sabda Sayyidina Muhammad sang inspirator utama bukanlah hal yang mudah. Dan berada di zona nyaman dan aman bukanlah pilihan tepat untuk mewujudkan ambisinya. Jadi, meskipun halangan dan rintangan tidak henti menghadang, ia tak henti berjuang. Karena ambisinya untuk kejayaan Islam lebih besar dari rasa takut akan onak duri yang siap menghantamnya.

Luar biasa, bukan? Kisah inspiratif di atas juga bisa diaplikasikan dalam berbagai hal, termasuk dalam dunia literasi.

Bagi penulis, mengikuti jejak langkah sang juara dunia tentu diperlukan. Dari kisah sang juara diatas, kita bisa belajar beberapa poin untuk meraih kesuksesan dalam kepenulisan. Berikut langkah-langkah singkatnya:

1. Tetapkan tujuan. Tujuan akan membuat arah langkah penulis akan jelas untuk apa. Untuk menjadi penulis bela Islam, misalnya.

2. Ukuran yang konkret. Ukuran yang pasti saat menjadi penulis. Mana mungkin penulis ujung-ujungnya mau menjadi trainer, hehe. Yang pasti adalah nerbitin buku, tembus media cetak atau minimal bisa nulis status, hihihi. Jangan lupa sertakan ritual wajib nya, yaitu latihan dan membaca secara rutin.

3. Merajut pengalaman sukses. Pengalaman sukses akan membantu penulis untuk semakin positif dan energik untuk menorehkan karya-karya yang lebih renyah dan pasti lebih berbobot.

4. Pengakuan atas pencapaian. Intinya apresiasi pada diri. Tidak selalu harus dengan materi, meskipun hukumnya mubah aja.  Kalau mau yang hemat tapi berkah juga ada. Apa? Dengan ungkapan rasa syukur bahwa Allah masih titipkan ilmu pada diri.

5. RAHASIA. Rahasia? Iya, tapi minggu lalu. Hari ini boleh di bagi. Langkahnya adalah adanya penghargaan yang nyata dan tidak nyata. Penghargaan yang nyata diberikan dengan apresiasi. Pujian. Motivasi dan apresiasi-apresiasi positif lainnya. Adapun apresiasi yang tidak nyata -kalau di AMK-, Cikgu mempersembahkan Hatimedia E-magazine. Majalah yang memuat tulisan-tulisan karya pejuang pena di AMK. Dengan begitu, tulisan akan dibaca jutaan pasang mata. Wow! Amazing! :D

Nah, jangan lupa! Pejuang pena harus berhati-hati dengan:

1. Zona nyaman. Sulit menghancurkan keinginan untuk terus berleha-leha dan membentuk habits-habits baru yang bisa mengantarkan pada kesuksesan menjadi penulis.

2. Tidak mau melalui jalur sulit (kata Cikgu ini saudara kembar zona nyaman). Kata lainnya tidak mau ambil resiko. Padahal resiko adalah hal yang pasti. Berkarya mati, tidak berkarya juga akan mati. Jadi, mau mati dengan punya karya atau tidak? Itu pilihan! #jlebsendiri

Itu aja sih.  Itu ajanya Semoga bermanfaat, ya ...

RWijaya
Kota Tepian, 17/02/18, 09.26

#AkademiMenulisKreatif
#PenulisBelaIslam