Rabu, Oktober 19

Bedah Buku Muslimah Negarawan

#Reportase

SAMARINDA. Setelah sebelumnya manajemen progresif bedah buku muslimah negarawan hadir di beberapa kota besar lainnya, kini Ibu Fika Monika Komara, yang lebih akrab dengan panggilan Ibu Fika Komara berlabuh di Benua Etam, Samarinda, Kalimantan Timur.

Acara yang diselenggarakan pada 16 Oktober 2016 di Aula Balai Kota Samarinda lt. 2 ini dihadiri oleh 300an Muslimah dari berbagai kalangan; mahasiswi, ibu rumah tangga, pegawai swasta hingga dosen serta guru.

"Siapa intelektual peradaban? Siapa penggerak opini? Siapa ibu generasi penakluk? Siapa kita?" Itulah 4 pertanyaan yang dilayangkan oleh MC kepada seluruh peserta sebagai pembakar semangat, yang kemudian dijawab serentak oleh seluruh peserta dengan kata 'saya' untuk pertanyaan pertama hingga ketiga dan 'muslimah negarawan' untuk pertanyaan terakhir.

Antusias peserta semakin terlihat saat Ibu Fika Komara memulai penjelasannya, yang dipandu oleh Ibu Rahmawati al-Hidayah sebagai moderator. Ibu Fika mengungkapkan, bahwa hidup di era fitnah membuat kaum muslimah kehilangan identitas hakikinya. Racun sekularisme yang disuntikkan oleh barat seolah menjadi tuhan baru bagi umat Islam hari ini. Profesionalisme menjadi tujuan dan kebanggaan serta kebahagiaan hakiki. Akhirnya mereka kehilangan rasa peduli atas problematika yang tengah mencekik umat hari ini. Akhirnya, muslimah urung alias cenderung takut untuk bercita-cita besar, yaitu menjadi muslimah negarawan.

Muslimah negarawan bukanlah muslimah yang duduk di tampuk kepemimpinan sebagai seorang kepala negara atau yang terlibat politik praktis ala demokrasi hari ini. Yang dimaksud muslimah negarawan di sini adalah mereka --kaum muslimah-- yang mampu melakukan peleburan pemikiran. Mereka adalah intelektual peradaban, uang mendedikasikan ilmu mereka bagi kejayaan Islam. Mereka hadir di tengah-tangah umat untuk membimbing serta mencerdaskan umat dari kebodohan jahiliyah yang mendarah daging di dalam tubuh umat, serta menghadirkan solusi hakiki yang akan mengantarkan umat menuju kesempurnaan taqwa pada Sang Pencipta dan Pengatur bumi dan seisinya ini. Bahkan, tidak cukup hanya itu. Muslimah negarawan adalah sesosok ibu, yang dari rahimnyalah generasi-generasi penakluk peradaban akan lahir. Mereka mampu menyeimbangkan peran besarnya sebagai muslimah negarawan dengan beragam masalah pribadinya di tengah tantangan zaman yang seolah memanggil-manggil raga mereka untuk ikut arusnya yang begitu deras.

"Buku ini saya dedikasikan bagi para muslimah yang telah memiliki komitmen taqwa, yaitu mereka yang melihat dengan beningnya kacamata keimanan, bukan bagi mereka yg terjangkiti virus empiris akut.", tutur Ibu Fika.

Muslimah negarawan hidup di habitat yang kondusif dan visioner. Mereka memanajemen fokus mereka untuk umat. Ya, semata-mata untuk umat. Melakukan apapun yg bisa mendukung dakwah, serta meninggalkan apa saja yang bisa menghambat dakwah.

Sebagai penutup, Ibu Fika mengingatkan pada seluruh peserta, bahwa penting bagi kita --kaum muslimah-- untuk memiliki komitmen taqwa, menghidupkan cita-cita besar dan hanya bergantung hanya kepada Allah SWT semata. Wallahu a'lam [rw]

"Peran Muslimah Melindungi Generasi dari Bahaya Liberalisasi” (Mengkritisi Fenomena Generasi Awkarin)

#Reportase

HTI-Press. Samarinda. Munculnya generasi alay yang semakin menjamur di tengah kehidupan generasi semakin hari semakin tidak terkendali. Fenomena kerusakan yang semakin membesar dan meluas di tengah kehidupan generasi dewasa ini memunculkan keresahan yang semakin menjadi-jadi di tengah kehidupan masyarakat. Hal inilah yang melatarbelakangi DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia kembali menggelar FORMUDA (Forum Muslimah untuk Peradaban) edisi ke-16 yang bertempat di Hotel Grand Jamrud II Jl. Panglima Batur Lt. 2, dengan tema "Kerusakan Generasi".

Forum yang dilaksanakan pada ahad, 18/09/16 kemarin dimulai dengan penayangan video yang menggambarkan kerusakan generasi yang semakin parah, dan dilanjutkan dengan pemaparan materi dari dua narasumber.

"Fenomena Awkarin ini hanyalah perwakilan dari banyaknya kerusakan yang terjadi pada generasi saat ini", Ibu Juli Nurdiana, M.Sc, selaku akademisi memulai materinya. Dalam penjelasannya, beliau menuturkan bahwa kita tengah hidup di era oversharing, semua hal bisa dishare. Sehingga, gaya hidup yang lahir dari paham liberal dengan mudah tersebar dan menjangkiti generasi yang tengah mencari jati diri. Menurutnya, inilah bukti kegagalan sistem pendidikan hari ini yang tidak mampu membentuk karakter generasi yang  bermoral dan bertakwa. Di akhir pemaparannya, Ibu Juli menerangkan, bahwa tolak ukur era kapitalisme yang bersandar pada materi adalah salah satu peluang untuk melahirkan generasi alay yang bisa dipastikan hal itu muncul akibat adanya paham liberal alias kebebasan.

Lalu, siapakah yang bertanggung jawab dengan masuknya paham liberal ini?

Menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Ibu Rahmawati Al-Hidayah, selaku moderator, Ibu Sri Hartini, S.Pd, selaku Ketua DPD I MHTI Kaltim membuka materinya dengan berkata, “Korban paham kebebasan bukan hanya para remaja atau generasi saat ini, tetapi bisa dikatakan hampir seluruh anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi ingin diatur oleh norma, bahkan yang lebih ekstrim lagi adalah tidak mau diatur oleh agama". Beliau menambahkan, “Ketika kita tidak berpegang pada hukum Allah, berarti kita membuka diri untuk dijangkiti virus liberal".

Paham liberal yang lahir dari rahim sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) ini tidak hanya melahirkan generasi semacam awkarin, tetapi juga melahirkan orang-orang yang membuat hukum yang sangat jauh dari Islam.

Lantas, dengan apa kita selamatkan generasi ini?

Ini adalah masalah kita bersama. Untuk itu, perlu adanya penyadaran bagi ummat untuk turut peduli terhadap nasib generasi bangsa. Untuk itu, dalam kesempatan ini ketua DPD I MHTI Kaltim menyeru para peserta yang hadir untuk bersama-sama mengkaji Islam dan mendakwahkannya.

Pemaparan materi dari dua narasumber cukup menggambarkan kerusakan yang terus berlangsung. Forum dilanjutkan dengan sesi diskusi. Dari pertanyaan yang diutarakan oleh lima penanya; Kiki, Iliyana, Wa Ode, Lintang dan Ayu, yang rata-rata adalah remaja alias pemuda, pada umumnya mereka bertanya terkait solusi Islam dalam mencegah dan menghentikan tumbuh dan berkembangnya generasi seperti awkarin, serta seperti apa cara menyampaikannya pada ummat.

Menanggapi pertanyaan seluruh penanya, Ketua DPD I MHTI Katim menjelaskan secara umum, bahwa perilaku seseorang tergantung dari pemahamannya. Maka, yang harus dilakukan adalah dakwah untuk mengubah pemahaman seseorang, serta perlu adanya gerakan bersama dalam penyadaran.

Ibu Juli menambahkan, “Lahirnya generasi Awkarin tidak lepas dari kondisi sistem yang bukan Islam. Sebagai seorang muslim yang wajib taat pada Rabbnya, janganlah kita ikut menyebarkan bahkan mengamalkan paham liberal. Agar tidak terarus oleh generasi Awkarin, maka perlu adanya ketakwaan individu, peran keluarga dan masyarakat sebagai pengontrol, serta yang terpenting adalah peran negara sebagai pembuat kurikulum pendidikan. Bahkan bukan hanya itu, tetapi media juga harus berperan dalam membentuk generasi yang berkepribadian Islam."

Acara ditutup dengan pembacaan do’a oleh Ustadzah  Ummu Arul, dan dilanjutkan dengan sesi foto bersama. [rw]