Kamis, September 15

Kebijakan Setengah Peduli

Oleh: RWijaya

Follow Ig @IndonesiaTanpaPacaran

Pemuda adalah simbol kekuatan. Kepekaannya yang khas mampu mengubah arah pergerakan dunia. Namun apa jadinya, jika para pemuda tangguh ini terlena oleh angin sepoi bernama pergaulan bebas? Sungguh, lubang inilah yang akan mengubur hidup-hidup potensi para pemuda harapan bangsa. Membuat mereka hina di mata dunia.

Adapun penguasa, ia layaknya perisai. Yang melindungi rakyatnya dari virus maksiat. Jangankan menganjurkan untuk bermaksiat, sarana untuk bermaksiat saja tidak diberikan tempat.

Namun miris. Penguasa hari ini layaknya orang yang tengah dilanda amnesia. Ia lupa bahwa  rakyat yang ada di bawah kuasanya merupakan tanggung jawabnya, di dunia hingga akhirat. Jadilah mereka pembuat hukum yang jauh dari standar halal dan haram. Karena bagi mereka, kebijakan publik terpisah dari agama.

Belum lama ini, pemkab Purwakarta menyediakan tempat khusus bagi aktivis pacaran. Dengan beberapa peraturan terkait, menurut Dedi Mulyadi -bupati Purwakarta-, kebijakan itu mampu mengontrol serta mengawasi aktivitas muda-mudi yang berpacaran.

Tempat khusus yang yang dinamai dengan Bale Wakuncar ini adalah salah satu bukti bahwa kepedulian pemerintah tidak sepenuh hati. Mereka malah meluncurkan kebijakan yang tak memberikan solusi, yang hanya akan melanggengkan moral pemuda yang tengah tenggelam dalam lubang degradasi. Bukannya memberantas tuntas, tetapi malah memberikan fasilitas.

Wahai para penguasa! Giringlah para pemuda bangsamu menuju ketaatan pada Penciptanya, bukan ketaatan kepadamu yang menjerumuskan pada lubang hitam kemaksiatan. Mungkin saja kau sempurna atas jabatan, kekuasaan, serta harta yang kau punya. Tapi ingatlah! bahwa kesempurnaan hakiki hanya milik Allah Ta'ala semata.

Samarinda, 15/09/2016, 22.10

Minggu, September 11

Samarinda Butuh Syariat Islam, Kata siapa?

Oleh: RWijaya

Waktu terus bergulir. Mengiringi fase demi fase kehidupan yang terus berganti. Problematika kehidupan semakin beranak pinak, tiada henti mengalir di setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Belum sempat tuntas satu permasalahan yang mencuat di tengah-tengah kehidupan masyarakat, muncul lagi permasalahan baru yang semakin membuat mereka jenuh menjalani kehidupan di era saat ini. Marah bercampur tangis, mencari jalan tuk mengakhiri segala kekacauan yang memunculkan kegalauan yang tak berkesudahan.

Pada bulan Mey lalu, polisi menangkap lagi seorang pengedar sabu-sabu yang berinisial (MI). Saat itu ia sedang bersantai di rumahnya yang beralamatkan di Kelurahan Rapak Dalam, Samarinda Seberang. Dalam pengungkapan kasus tersebut, polisi berhasil mengamankan 26 poket sabu seberat 11,21 gram yang ditemukan di dalam dompet MI.

Miris. Pria berusia 52 tahun itu menghidupi keluarganya dengan berjualan barang haram. Ia mengaku terpaksa berjualan sabu lantaran tak bekerja. “Himpitan ekonomi. Mau beli makan kayak apa karena saya tidak bekerja,” ujarnya.

Kasus serupa banyak terjadi di lingkungan masyarakat dewasa ini, khususnya di Kota Samarinda. Belum lagi dengan munculnya kasus-kasus lain yang semakin memperpanjang daftar kerusakan yang terjadi di kota tercinta kita ini. Seperti kasus pemerkosaan wanita yang jika dihitung dalam jumlah rata-rata, setiap bulan terjadi sembilan kasus. Endah Sri Lestari, Kabid Pemberdayaan Perempuan KAMMI Samarinda mengungkapkan, “Tindakan amoral terhadap perempuan sempat mencuat beberapa bulan lalu di media sosial. Ini menjadi bukti di mana pornoaksi yang dilakukan perempuan mulai terjadi di Samarinda.

Kasus kejahatan memang terbilang spektakuler di Kota Tepian. Kasus demi kasus terus menjamur dan tak jua kunjung terobati. Dan lagi-lagi warga harus geger dengan kasus baru yang terjadi di atas jembatan layang baru Kota Samarinda. Kasus berdarah itu masih hangat diperbincangkan. Pasalnya, kasus yang terjadi pada Jumat (2/9) lalu ini telah menewaskan korban yang berstatus sebagai guru Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) YPI Cordova. Rika Novita Syoer (41) telah menyalakan sirine tanda bahaya bagi Ibukota Kalimantan Timur yang khas dengan sarung samarindanya ini. Guru sekaligus seorang ibu ini pun harus menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga yang ia tinggalkan.

Apa yang menyebabkan kasus-kasus seperti ini bisa terjadi, bahkan kerap terulang berkali-kali dengan kasus yang tak jauh berbeda?

Sebenarnya banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya tindak kriminalitas. Bisa jadi karena fhimpitan ekonomi dan bisa jadi pula disebabkan oleh penegakkan hukum yang terbilang tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Sehingga kasus serupa akan terulang lagi dan lagi saat mereka dibebaskan dari balik jeruji besi.

Bila kita amati dengan cermat, maka kita akan menemukan tiga penyebab utama yang mendorong berlakunya kejahatan yang seolah tiada akhirnya. Penyebab pertama adalah ketiadaannya kesadaran yang mengkristal pada setiap individu akan perannya sebagai insan yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa. Ia tidak memahami bahwasannya segala perbuatan apapun harus terikat dengan aturan-Nya. Dan bahwa misi manusia di muka bumi ini adalah hanya untuk tunduk dan patuh pada perintah-Nya. Kedua, hilangnya peran masyarakat yang berfungsi sebagai supervisor yang mengawasi setiap perilaku individu agar tidak menyimpang dari aturan yang telah digariskan. Dan yang ketiga adalah lenyapnya sistem negara yang berfungsi sebagai perisai rakyatnya, serta menjamin terpenuhinya rasa tentram dalam hidup.

Sebagian warga Samarinda ada yang mengatakan bahwa Samarinda darurat narkoba, darurat zina dan darurat lainnya. Untuk itu, syariat Islam dinilai mampu menuntaskan segala problematika kehidupan yang tengah dihadapi masyaratkat.

Benarkah Kota Tepian ini membutuhkan syariat Islam sebagai solusi berbagai problematika kehidupan? Siapa yang berkepentingan dibalik penerapan syariat Islam?

Islam bukan sekedar agama ritual. Tetapi Islam adalah sebuah ideologi alias pandangan hidup yang merupakan solusi atas segala bentuk problematika kehidupan yang tengah dihadapkan pada masyarakat.

Selain hukum-hukumnya yang lain, Islam mempunyai sistem sanksi yang tegas bagi setiap pelaku kejahatan. Disamping itu, penerapan sanksi Islam memiliki dua fungsi, yaitu yang pertama sebagai jawabir (penebus dosa). Seorang pelaku kejahatan yang dihukum dengan hukum Islam akan menjadi penebus dosa baginya, ia tidak lagi mempertanggung jawabkannya diakhirat kelak. Sebagaimana hadits Rasullulah yang diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit, “Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.”

Kedua adalah sebagai jawazir (pemberi efek jera). Penerapan syariat Islam akan memberikan efek jera bagi pelaku. Di samping itu pula, pemberian sanksi yang diumumkan atau ditontokan dihadapan publik akan mencegah seseorang yang lain untuk melakukan tindak kriminal karena takut akan sanksinya yang tegas.

Untuk itu, maka ideologi yang berasal dari Sang Maha Sempurna ini mampu memberikan solusi tuntas. Karena memang Allah-lah yang paling mengetahui secara rinci serinci-rincinya apa yang dibutuhkan seluruh makhluk-Nya yang berjalan di bumi milik-Nya.

Ya, dan sesungguhnya penerapan syariat Islam adalah seruan dari Sang Maha Pencipta dan Pengatur, yaitu Allah SWT. Ialah yang mempunyai kepentingan di balik penerapan syariat Islam. Kepentingan-Nya untuk memuliakan bumi dan seisinya, tak terkecuali Kota Samarinda tercinta ini.

Dengan penerapan syariat Islam maka kehidupan yang aman dan tentram akan terwujud. Islam akan membekali dan menjamin setiap individunya agar senantiasa terikat dengan aturan yang telah diberlakukan, masyarakat akan menjalankan fungsinya sebagai pengontrol bagi siapa saja yang akan melakukan tindak pelanggaran, serta Islam akan mewujudkan negara yang menjadi perisai bagi rakyatnya.  Bahkan, bukan hanya bagi warga Kota Tepian saja, tetapi setiap makhluk yang ada di seluruh dunia.

Itulah keistimewaan syariat Islam saat diterapkan. Lebih dari itu, yang paling utama adalah bahwa penerapan syariat Islam semata-mata sebagai simbol ketaatan kita sebagai seorang hamba yang tunduk dan patuh hanya kepada-Nya. Dan karena Samarinda adalah bagian dari belahan bumi milik Allah, maka sudah seharusnya Samarinda diatur dengan syariat-Nya. Jadi, Allah-lah yang mengatakan bahwa Samarinda butuh syariat Islam, bukan sekelompok orang apalagi penulis. Dengan begitu pertanyaan akan berbalik. Samarinda tidak butuh syariat Islam, kata siapa? Wallahu a’lam bi ash-showwab.

Samarinda, 11/09/16, 06.14