Sabtu, Februari 25

Memurnikan Tujuan Pergerakan Mahasiswa (Refleksi Aksi Bela Rakyat 121)

Oleh : RWijaya (Anggota Tim Kontak Aktivis MHTI Chapter Kampus Samarinda)

Dunia telah berusia. Kerusakan demi kerusakan dan kedzholiman demi kedzholiman muncul kepermukaan tatkala hukum Ilahi terabaikan. Berbagai problematika kehidupan yang seakan tiada henti-hentinya, yang menghampiri setiap lini kehidupan menjadikan penduduk bumi mencoba bangkit dan berdiri untuk mempertahankan eksistensi.

Siapa yang kuat, maka dialah yang akan menang dalam pertarungan. Siapa yang lemah, maka ia harus siap untuk tersisih dari ring pertarungan. Inilah yang terjadi hari ini. Siapa pun yang berkuasa bebas membuat kebijakan-kebijakan di atas berbagai kepentingan-kepentingan yang jauh dari aturan pemilik bumi.

“Kado pahit” yang diberikan pada akhir tahun 2016 oleh pemerintahan Jokowi-JK mengundang berbagai respon di berbagai kalangan. Mulai dari kalangan pedagang, ibu rumah tangga, hingga masyarakat pada umumnya, dan tak terkeculi mahasiswa.

Pasalnya, pada awal tahun ini pemerintah menaikkan biaya pengurusan STNK, BPKB, TNKB sebesar 100-300%. Bahan bakar minyak pun (selain Premium RON 88) naik Rp.300,- perliter. Selain itu, kenaikan harga juga terjadi pada TDL (Tarif Dasar Listrik) untuk pengguna golongan 900 VA. Yang lebih mencengangkan, yaitu kenaikan beberapa harga kebutuhan pokok, diantaranya yang paling pedas yaitu kenaikan harga cabai.

Hal inilah yang kemudian mengundang berbagai gerakan mahasiswa untuk bersuara dalam aksi bela rakyat 121 lalu. Dalam aksinya, berbagai gerakan mahasiswa yang di kawal oleh Badan Eksekutif Mahasiswa ini menyampaikan penolakan mereka terkait kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak pro rakyat. Diantaranya mereka menuntut pemerintah untuk mencabut PP no. 60 tahun 2016 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak, menolak kenaikan BBM, TDL dan harga cabai, serta mengecam presiden dan jajarannya yang saling lempar batu sembunyi tangan atas kebijakan yang dibuat.

Namun, apakah aksi bela rakyat ini mampu membawa kepada perubahan yang berarti?

Jika kita telaah dengan seksama, pada umumnya pergerakan mahasiswa hari ini terbagi menjadi dua kubu, yaitu kubu yang pertama adalah pergerakan mahasiswa yang mengarah kepada perbaikan individu semata. Pergerakan semacam ini cenderung appolitis. Mereka hanya fokus pada perbaikan diri sendiri. Yang mereka cari adalah bagaimana caranya agar “saya memiliki pribadi yang baik”. Aktivis-aktivis pergerakan ini sangat jarang membahas permasalahan politik. Bagi mereka, politik adalah urusan para pejabat negara dan partai-partai politik saja.

Adapun kubu yang kedua adalah pergerakan mahasiswa yang politis dan kritis, namun pemikiran mereka cenderung sekuer-liberal atau sosialis. Bagi mereka, urusan kehidupan tidak ada kaitannya dengan agama. Sehingga, tuntutan-tuntutan yang mereka layangkan kepada pemerintah pun cenderung bersifat hanya sebagai tuntutan saja. Dan tak jarang mereka terjebak pada solusi-solusi yang bersifat pragmatis.

Mahasiswa memiliki potensi yang sangat besar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Mahasiswa adalah ujung tombak rakyat. Namun, jika mahasiswa terjebak pada pergerakan seperti dua kubu tadi, maka ini bisa menjadikan mahasiswa sebagai wadah estafet kesesatan politik. Karena mahasiswa adalah pemimpin masa depan. Merekalah kelak yang akan menduduki kursi-kursi pemerintahan.

Maka, sudah seharusnya mahasiswa menjalankan fungsi strategisnya sebagai agen of change untuk mengawal perubahan di tengah-tengah masyarakat. Merekalah yang akan mengedukasi masyarakat. Menyadarkan masyarakat dengan menawarkan solusi-solusi fundamental yang akan menghantarkan pada peubahan hakiki yang diidam-idamkan.

Tidak akan menghasilkan perubahan hakiki jika edukasi yang diberikan bukan berasal dari Islam. Sebab, Islam bukan hanya ibadah ritual. Melainkan Islam juga merupakan ideologi alias pandangan hidup yang memuat segala macam solusi bagi problematika kehidupan.

Islam adalah ideologi yang berasal dari pencipta bumi dan seisinya. Manusia pun bagian dari ciptaan Allah SWT. Pencipta mesin cuci adalah yang paling tahu bagaimana cara mengoperasikan mesin cuci buatannya. Begitupun dengan manusia. Tidak ada yang paling mengetahui secara rinci terkait penggunaan potensi yang ada pada manusia keculi penciptanya, yaitu Allah SWT.

Sebab itulah, Allah SWT menciptakan manusia seperangkat dengan aturan-aturan yang telah disampaikan melalui utusan-Nya, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.

Maka, dengan mengambil Islam sebagai ideologi, pergerakan mahasiswa akan mengantarkan dunia kepada perubahan yang berarti. Perubahan yang berlandaskan pada ketaatan pada Sang Pencipta. Pergerakan mahasiswa seperti ini tidak akan menuntut kecuali ia telah mengetahui kenapa kebijakan-kebijakan tidak pro rakyat bisa muncul. Mereka tidak akan sekedar menuntut kebijakan-kebijakan pemerintah, namun bersamaan dengan itu mereka akan menawarkan Islam sebagai solusi. Mereka akan bersinergi dan bergandengan tangan dengan rakyat dalam menuju perubahan hakiki. Wallahu a’lam bi ash-showwab []

Samarinda, 11/2/17, 22.38

Tentang Mereka

Ada banyak hal yang ingin kukisahkan . Tentang mereka. Tentang mereka yang berjalan dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.

Ada rona yang bersinar dari wajah yang sumringah. Menampakkan keasrian yang memancarkan cahaya keimanan.

Mereka adalah manusia-manusia berhati baja. Tak lemah oleh hempasan-hempasan caci maki yang tak terbilang. Telinga mereka kebal dari virus-virus yang siap mematikan gerak dengan kalimat pamungkasnya.

Harta, pikiran, tenaga bahkan nyawa mereka korbankan hanya untuk pencipta. Bagi mereka, ridho-Nya adalah tujuan. Sedangkan pujian manusia bukanlah apa-apa.

Mereka adalah pembelajaran sejati. Bagi mereka, mendapatkan ilmu itu tidak dengan melihat siapa yang menyampaikan, tetapi apa yang disampaikan.

Berteman dengan mereka adalah keberuntungan. Berjuang bersama mereka adalah perhiasan yang tak ternilai harganya.

Ada lelah yang tersimpan rapat. Namun, tertutup oleh semangat juang yang kian membara. Keluh kesah hampir tak pernah hinggap menghiasi tutur mereka. Yang mereka ungkap hanya bait-bait keindahan yang menebarkan wangi semerbak ketaqwaan.

Samarinda, 25/2/17, 21.42
RWijaya