Minggu, Desember 25

Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak, Cukupkah?

Kenakalan remaja di era ini memang tidak bisa dipungkiri lagi maraknya. Seolah, jika kita mendengar kata remaja, yang terbayang di benak kita adalah kenakalan-kenakalannya. Mulai dari seks bebas, aborsi, menonton film porno hingga narkoba dan lain sebagainya.

Fenomena gunung es ini menjadi bukti bobroknya moral para remaja kita dewasa ini. Hal ini diperparah dengan rusaknya tatanan sosial di tengah-tengah masyarakat yang ditandai dengan lumrahnya permasalahan semacam ini serta acuhnya masyarakat terhadap berbagai kerusakan yang menari bebas di tengah-tengah kehidupan generasi.

Melihat permasalahan moral anak bangsa yang notabenenya mereka adalah pemimpin di masa depan, rasanya memang sangat miris. Terus meningkatnya presentase kerusakan yang terjadi pada anak bangsa ini bagaikan bola salju yang terus-menerus menggelinding, yang menjadikannya semakin membesar dari waktu ke waktu.

Faktor Penyebab
Banyak faktor penyebab yang membuat problematika seperti di atas kerap kali terulang secara berkesinambungan. Di antaranya adalah, pertama, tidak adanya ketaqwaan individu yang ditanamkan pada anak. Kedua, lemahnya peran keluarga dalam mendidik anak. Ketiga, rusaknya tatanan sosial di masyarakat, dan keempat, hilangnya fungsi negara sebagai perisai bagi rakyat serta sebagai tiang utama dalam menopang ketahanan keluarga.

Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tentu sesuai dengan fitrahnya, yakni berada dalam keadaan yang suci bersih tanpa noda. Ketika lahir, anak belum mempunyai informasi apapun tentang kehidupan dunia. Anak diibaratkan bagai kertas putih tanpa goresan pena. Keluarga/orang tualah yang akan mengarahkan sang anak apakah berjalan sesuai dengan fitrahnya atau keluar dari batasan fitrah.

Untuk itu, keluarga (terutama orang tua) adalah peletak dasar pendidikan bagi anak. Di dalam keluargalah anak memulai kehidupannya. Dan di dalam keluarga pula anak akan memulai interaksinya dengan selainnya. Sehingga, pembentukan kepribadian pada anak pertama kali akan dibentuk di dalam keluarga.

Anak yang hidup di lingkungan keluarga yang baik, maka akan bermoral baik. Dan sebaliknya, anak yang hidup di lingkungan keluarga yang buruk, maka si anak akan bermoral buruk pula. Dengan kata lain, lingkungan keluarga yang baik akan bernilai positif bagi si anak. Dan sebaliknya, lingkungan keluarga yang buruk akan bernilai negatif bagi anak.

Di sinilah pentingnya peran keluarga, terutama orang tua. Karena merekalah yang akan “menentukan” masa depan anak. Orang tua adalah sebagai guru dan sekaligus orang yang akan di “taati” oleh anak. Lantas apa jadinya jika orang tua salah dalam mengambil langkah bagi pendidikan anak? Karena benar salahnya informasi yang di berikan orang tua akan menentukan kepribadian (pola pikir dan pola sikap) anak.

Adapun keluarga, ia tetaplah sebagai bagian daripada masyarakat. Sedangkan individu di dalam keluarga adalah sebagai bagian daripada anggota masyarakat. Untuk itu, setiap individu pasti akan berinteraksi dengan masyarakat yang ada di lingkungan tempat ia hidup. Meniadakan peran individu dalam bermasyarakat adalah hal yang sangat mustahil.

Masyarakat merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi pendidikan bagi anak. Maka, rusaknya tatanan sosial di masyarakat akan berpengaruh pada pendidikan atau kepribadian (pola pikir dan pola sikap) anak. Jadi, apakah pendidikan di dalam keluarga merupakan jaminan tidak rusaknya anak ketika keluar dari lingkungan keluarga?

Belum lagi hal ini di perparah oleh negara yang abai alias tidak berperan sebagai perisai/ pelindung utama bagi rakyatnya serta sebagai penyelenggara kesejahteraan. Negara tidak lagi menjamin terlahirnya anak-anak yang berkepribadian Islam. Slogan pendidikan yang disiarkan pemerintah hanyalah ilusi, bahwa pendidikan dalam sistem demokrasi melahirkan anak-anak yang beriman dan bertaqwa.

Adapun di dalam Islam, negara akan berfungsi sebagai pilar utama dalam pendidikan anak. Negara akan membuat kurikulum pendidikan yang berdasarkan pada akidah Islam. Dengan kurikulum itulah negara akan mencapai tujuan pendidikan yang hakiki, yaitu melahirkan individu-individu yang bersyaksiyyah Islam (pola pikir dan pola sikap Islam) dan bertaqwa. Dan negara akan senantiasa mengedukasi masyarakat dan menumbuhkan sikap amar ma’ruf nahi munkar yang akan menjadi benteng bagi individu yang akan melakukan penyimpangan terhadap syariat Islam serta pemberlakuan hukum yang memberikan efek jera bagi pelanggar syariat.

Maka, untuk menuntaskan segala macam problematika yang menimpa pada anak maupun remaja, perlu adanya pengembalian peran masing-masing komponen; adanya individu yang bertaqwa, keluarga sebagai peletak utama pendidikan pada anak, tatanan sosial masyarakat yang peduli akan lingkungan sekitar dengan berperan aktif dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran serta adanya negara yang berfungsi sebagai perisai yang menjamin adanya ketaqwaan pada setiap individu, terkondisikannya keluarga dengan pendidikan Islam, masyarakat yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar serta negara yang menjamin berjalannya masing-masing fungsi tadi sesuai Islam dan negara akan memberikan sanksi yang tegas bagi setiap pelanggar syariat Islam.

Untuk itu, hanya dengan memaksimalkan peran keluarga dalam pendidikan anak selamanya tidak akan cukup dan efektif tanpa mengembalikan pula peran keluarga, masyarakat dan negara. Memperkuat peran keluarga adalah baik. Hanya saja upaya itu tidak akan  maksimal tanpa adanya peran keluarga, masyarakat dan negara yang berjalan beriringan sesuai dengan yang telah ditetapkan Islam. Wallahu a’lam []

RWijaya
Samarinda, 25/12/16, 17.40

#NegaraSokoGuruKetahananKeluarga