"Assalamu'alaykum, bun.", sapa Lina dengan wajah sumringah di tengah cuaca panas yang baru saja membersamai perjalanannya menuju rumah seraya mencium tangan sang bunda dengan semangat. Belum sempat Dian menjawab salam Lina, Lina langsung bertanya keberadaan Kumio. Namun, saat sang bunda akan mulai bersuara, telepon genggam Lina berdering dan ia menjadi lupa segalanya. Dian hanya menggeleng-gelengkan kepalanya seraya setengah tersenyum melihat tingkah laku anak semata wayangnya itu.
Lina masih asik dengan percakapannya dengan seseorang yang membuat telepon genggamnya bergetar. Sembari berbicara, Lina meninggalkan ruang pertemuannya bersama sang bunda. Menaiki satu persatu anak tangga menuju kamarnya dengan tangan kiri menenteng tas laptop yang selalu ia bawa ke sekolah. Sementara sang bunda masih asik dengan warna-warni sayuran yang siap ia sulap menjadi santapan siang pada hari itu.
Selepas bercakap panjang, Lina segera menanggalkan kerudung abu-abu yang terjulur hingga menutup dadanya dan seragam putih-abu yang disulapnya menjadi pakaian mirip gamis, yang masih bertengger di tubuhnya. Tubuhnya yang lelah dihempaskannya di atas dipan yang diselimuti oleh seprai merah muda. Mencoba memejamkan mata sejenak untuk melepas penat yang menghampirinya.
Kurang dari lima menit Lina hanyut ke alam mimpi. Sontak matanya terbuka, tersentak oleh suara manja Kumio yang sedang menggeliat mencari perhatian Lina. Bibir Lina tersungging. Penatnya seakan lenyap kala melihat tingkah Kumio yang menggemaskan.
"Lina sayaaang ... ayo makan, nak!"
"Siap, bun. Lina _ondewei_!", sahut lina setengah berteriak sambil beranjak dari duduknya.
Lina segera menyambar gamis ungu muda dan kerudung kaos ungu tua yang bergantung di lemarinya. Ia memang terbiasa menggunakan kostum lengkap ketika keluar dari area kamarnya. Berjaga-jaga dari seseorang yang bukan _mahrom_nya, yang sewaktu-waktu bisa saja mampir ke rumahnya tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Lina segera menuju pintu kamarnya yang setengah terbuka. Menyusuri satu persatu anak tangga sambil membaca do'a makan.
"Belum di meja makan, kok sudah baca do'a, Lin?"
"Itu tandanya Lina niat banget pengen makan, bun.", sahut Lina sebelum tersadar bahwa yang menegurnya adalah Rista, sepupunya, anak dari saudara bunda Lina di Bogor.
Lina mempercepat langkah menuju ruang makan. Mendekap Rista yang sedang menyiapkan gelas di meja makan.
"Kak Rista apa kabar? Ke sini sendiri? Udah berapa tahun ya kita nggak jumpa?", tanya Lina tanpa terputus.
"Lina ... mbok yo nanya itu satu-satu, nak.", Dian mengingatkan.
Rista hanya tertawa. Ia tahu ciri khas Lina yang kesal-kesal menggemaskan.
"Kumio mana, Lin?", tanya Dian sambil menyendokkan nasi untuk Rista.
"Tuh, di kamar. Dia boci kayaknya, bun. Mungkin capek abis maen dari tetangga sebelah.", jawab Lina santai.
"Kumio? Siapa Kumio?", tanya Rista penasaran.
"Itu ku ... ah, entar aja Kak Rista kenalan sendiri", jawab Lina yang semakin membuat Rista penasaran.
Mereka pun makan siang bersama. Semilir angin dari pintu belakang yang terbuka memberikan kesejukkan kala sambal Dian membuat bulir-bulir peluh mengalir dari pelipis mereka. Sesekali mereka tertawa oleh canda yang dibuat oleh Lina, gadis murah senyum kesayangan mendiang ayah Rista.
Usai makan dan berberes, Rista diajak oleh Lina ke kamarnya. Lina membawakan ransel biru tua Rista dengan tangan kanannya. Sedang tangan kirinya berpegangan pada pagar tangga yang terbuat dari kayu jati.
Sepanjang menaiki anak tangga, Rista menceritakan kedatangannya sambil menganyun-ayunkan tangan kirinya yang memegang keranjang buah apel, oleh-oleh kesukaan Lina. Sampai di ujung tangga, Rista mengambil napas panjang. 21 anak tangga lumayan membuatnya ngos-ngosan. Lina pun bergegas membuka pintu kamarnya, agar ransel Rista yang berat segera dilepaskannya dari genggaman jemari mungilnya. Saat membuka pintu, suara engsel pintu kamar Lina membangunkan Kumio yang berbaring di samping meja rias, yang terletak di balik pintu kamar yang tengah terbuka. Lina dan Rista masuk. Pintu pun ditutup. Tiba-tiba Kumio hadir dengan manja menuju arah Rista berdiri. Kucing berbadan besar warna kuning berpadu putih itu mengeluarkan suara khasnya yang membuat Lina tersenyum kegirangan. Sementara Rista terperanjat hebat. Dilemparkannya keranjang yang berisi 5 buah apel hijau ke arah Kumio. Kumio pun terkaget menerima hempasan refleks dari Rista yang lumayan keras. Raut ceria Lina seketika bergemuruh. Bertengger bulir-bulir yang siap menggelinding membasahi pipi merahnya.