Rabu, Juni 14

AKU ADA DIMANA

Hanya mereka yang mengambil pelajaran dari dakwah yang mampu membalas hujatan saudara seiman dengan semanis-manisnya senyuman

Hanya mereka yang benar-benar mengenal Allah Ta’ala yang mampu berdiri tegak tuk berpegang teguh pada tali agama-Nya

Hanya mereka yang benar-benar mengenal siapa pencipta dan pengatur kehidupan yang mampu menerima syariat-Nya dengan hati yang lapang

Aku bertanya pada diriku. Aku ingin menjadi seperti siapa?
Abu Bakarkah? Yang tatkala datang kebenaran Islam di hadapannya, ia tak ragu sedikitpun untuk mengimaninya

Atau Umar bin Khatthab? Yang menjadi penentang dakwah Islam pada awalnya, namun beriman dengan penuh ketegasan dan keberanian kemudian

Atau Abu Sufyan? Yang tergolong orang-orang yang menyusun makar busuk untuk menghalau dakwah Rasulullah SAW, namun pada akhirnya ia terpaksa menerima Islam dengan rasa malu tatkala Islam telah dimenangkan oleh Dzat Yang Maha Pemberi Kemenangan

Ataukah Abu Jahal dan Abu Lahab? Yang menjadi penentang di garda terdepan terhadap kebenaran risalah yang dibawa oleh Baginda Rasul yang mulia hingga malaikat maut menjemput mereka untuk pulang menemui Sang Pemilik Adzab yang pedih

Aku tahu bahwa pilihan terbaik adalah mengambil posisi sebagaimana Abu Bakar Ash-shiddiq r.a. Namun Aku khawatir jikalau Aku berada pada posisi Umar bin Khatthab atau Abu Sufyan. Dan yang paling tidak kuinginkan adalah berada pada golongan Abu Jahal dan Abu Lahab yang telah jelas-jelas dilaknat oleh Allah SWT.

Aku tahu … Jika Aku tidak memihak pada kebenaran, maka pastilah Aku berada pada pihak yang mendukung kebathilan. Adalah jelas batas antara keimanan dan kekufuran itu. Tak ada posisi yang netral. Aku takut salah langkah!

Samarinda, 13/05/17, 15.05
RWijaya

Senin, Juni 12

Pendidikan Pra-Sekolah di dalam Islam*

Pendidikan pra-sekolah adalah pilar pertama dalam membangun kepribadian (pola pikir dan pola sikap) anak pada lima atau enam tahun pertama hidupnya. Di mana orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukkannya, yang setelahnya akan berkolaborasi dengan guru di sekolah ketika anak memasuki lingkungan sekolah.

Islam telah memberikan perhatian yang besar dalam tahap ini. Sebab, tahap ini sangat krusial bagi pendidikan anak. Tahap ini adalah tahap penentuan kepribadian anak hingga ia dewasa kelak. Maka, Islam telah menetapkan kurikulum pendidikan pra-sekolah berdasarkan keyakinan Islam. Dengan kata lain, semua bahan-bahan studi dan metode pengajaran diformulasikan sesuai dengan pendidikan Islam.

KURIKULUM PENDIDIKAN PADA TAHAP PRA-SEKOLAH
Bahan-bahan studi akan bertemu pada penyusunan dan perkembangan kapasitas linguistik anak. Anak harus didorong dan dibiasakan untuk berpikir dan mengungkapkan apa yang ia pikirkan dengan komunikasi yang kontinu. Memastikan ketepatan setiap huruf yang ia ucapkan serta mengenalkan apa saja yang bisa diindera oleh anak dengan informasi yang benar; organ tubuh, benda-benda mati, hewan dan tumbuhan, serta mengenalkan pula lingkungan tempat ia tinggal, seperti pegunungan, dataran, sungai, tetangga, kerabat, teman dan lain-lain.

Perhatian juga harus diberikan kepada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anak. Orang tua harus mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh anak dengan jelas, benar dan persuasif. Hal ini harus menjadi perhatian yang serius bagi orang tua. Karena, apabila terjadi kesalahan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan anak, akan berdampak buruk bagi informasi yang mereka rekam dan akan mempengaruhi pola sikapnya.

Dan anak harus diajarkan tentang arah, panjang serta ukuran dari benda-benda yang ia gunakan dan tata cara menggunakan benda-benda tersebut jika memang ia harus menggunakannya, agar menjaga anak dari benda-benda berbahaya seperti pisau, gunting, gas, api, dan lain sebagainya.

Tidak lupa, anak pun harus diajarkan tentang bagaimana tata cara mencuci tangan, menyikat gigi, serta memakai pakaian hingga mengikat tali sepatu dengan benar.

Untuk itu, perhatian yang lebih harus diberikan pada komponen-komponen berpikir, yakni panca indera dan otak. Kebutuhan dasar anak harus dipenuhi dengan baik agar alat indera dan otaknya berkembang secara alami sehingga anak akan mampu menggunakannya secara optimal dalam proses pendidikannya.

Dan penting untuk diketahui bahwa cara terbaik untuk menanamkan suatu konsep kepada anak adalah dengan menghubungkan kata-kata dengan realitas atau fakta yang mampu diindera. Metode ini akan memungkinkan anak untuk memfungsikan seluruh panca inderanya secara optimal. Jika ada sebuah apel misalnya, maka pertama-tama anak harus tahu dengan pasti bahwa buah yang dihadapkan padanya adalah apel. Kemudian biarkanlah anak untuk menginderanya secara rinci dengan menyentuh, mencium dan merasakannya.

Adapun jika suatu realitas dirasakan sebagai perasaan, maka kita harus menunjukkan ekspresi yang tepat dari realitas tersebut, misalnya rasa lapar. Bisa dengan mengekspresikan secara langsung kepada anak atau menanyakan kepada anak, kira-kira seperti apa ekspesinya kalau sedang lapar. Atau bisa pula dibantu oleh media berupa gambar yang menunjukkan ekspresi seseorang yang sedang merasakan lapar.

Adapun jika realitas tersebut hanya bisa dirasakan pengaruhnya, seperti “Allah adalah Sang Pencipta”. Maka harus kita hubungkan dengan sesuatu yang bisa diindera oleh anak, yaitu ciptaan-ciptaan Allah, seperti manusia, alam semesta dan kehidupan. Dan apabila realitasnya tidak ada pada masa sekarang, seperti Nabi dan Rasul, kita bisa membacakan kisah-kisah dan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengisahkannya. Tidak lupa pula untuk mengenalkan mereka perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak serta membimbing mereka untuk mampu mengklasifikansikannya.

Pola yang ada inilah yang baku di dalam pendidikan Islam. Sedangkan gaya dan caranya bisa berubah-ubah dan beragam sesuai dengan kebutuhan.

Kita juga harus menanamkan empat niai utama pada anak, yaitu: pertama, nilai spiritual. Menghubungkan keyakinan Islam dengan syariat melalui aktivitas ibadah, akhlak, pakaian, makanan dan muamalah (hubungan/interaksi dengan sesama manusia). Kedua, nilai kemanusiaan. Mengajarkan anak mengenal ikatan keluarga, tetangga, teman dan bersikap yang baik terhadap mereka dan bekerja sama dengan mereka. Ketiga, nilai moral. Mendidik dan membesarkan mereka berdasarkan moral Islam. Dan keempat, nilai material. Mengajarkan kepada anak bagaimana menjaga kebersihan, kesehatan dan kekuatan fisiknya.

Seorang anak, sebagaimana manusia pada umumnya, rentan akan perilaku yang buruk. Maka Islam mempunyai beberapa metode untuk mengatasinya:

Metode pemberian reward (penghargaan):
Metode ini digunakan untuk mendorong anak dalam berperilaku yang benar berdasarkan konsep Islam. Kita harus senantiasa memberikan reward setiap kali anak mengulangi perbuatan sama atau pun perbuatan-perbuatan kebaikan yang lainnya. Reward tidak selalu diberikan dalam bentuka materi atau harta benda, tetapi bisa pula dalam bentuk sanjungan atau pujian. Tiga hal yang perlu kita perhatikan dan hindari dari tahap ini adalah gagal memberikan reward atas perilaku baik, menghukum perilaku baik, dan menghadiahi perilaku buruk pada anak!

Metode Penghapusan (“sengaja membiarkan kesalahan”):
Metode ini adalah pengabaian perilaku buruk anak (yang ia lakukan untuk mencari perhatian), seperti mengganggu dan berteriak dan menunggu mood anak berubah. Saat anak berhenti berteriak dan tenang, saat itulah kita berikan perhatian padanya.

Metode Hukuman:
Metode hukuman adalah seperti menampakkan ketidakpuasan kita terhadap perilaku buruk yang anak lakukan, jika perbuatan itu bukanlah suatu kelalaian, melainkan suatu kesengajaan. Pada tahap ini, pemukulan fisik anak tidak diperkenankan.
Inilah ringkasan dari pendidikan pra-sekolah yang ada di dalam Islam. Dengan menjadikan metode pengajaran kenabian sebagai sandarannya. Semoga Allah memampukan kita untuk mendidik anak-anak kita menjadi generasi yang akan membangun peradaban masa depan. Wallahu a’lam bi ash-showwab []

*disarikan dari makalah Konferensi Perempuan Internasional 5