Rabu, Agustus 31

Jodoh adalah Misteri Ilahi

Berbicara tentang jodoh tidak akan ada habis-habisnya. Topik yang selalu hangat diperbincangkan dari dulu hingga kini, terlebih di kalangan para remaja.

Jodoh adalah misteri Ilahi. Siapapun tidak ada yang bisa mengetahuinya kecuali Sang Maha Pemilik Hati.

Jodoh adalah misteri Ilahi. Bisa dibilang, semua orang mengetahui hal itu. Lalu, mengapa ritual pencarian jodoh masih dilakukan "semau gue"? Padahal yang dinilai bukan apakah kita bertemu jodoh kita atau tidak, tetapi usaha kita dalam pencarian; apakah sesuai tuntunan Sang Pengatur atau selainnya.

Malang. Satu kata yang pas dilontarkan untuk pemuda yang satu ini. Aris, selama 7 tahun merajut kasih bersama seorang wanita yang diakuinya sebagai pacaranya. Berharap akan berlabuh di dermaga pernikahan bersama sang kekasih tercinta, namun akhir cintanya tak seperti yang ia harapkan. Ucapan selamat menempuh hidup baru harus ia lisankan untuk kekasihnya yang ternyata berlabuh di pelabuhan hati orang lain.

Sungguh malang. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah berinvestasi dosa, sakit hati pula. Mau tidak mau, kata "ikhlas" yang harus ditururkan oleh lelaki yang bernama lengkap Aris Prasetyo ini.

Jodoh adalah misteri Ilahi. Lebih baik menyibukkan diri dalam ketaatan yang pasti mendatangkan kebaikan daripada bertahun-tahun bergelut dalam kubangan hitam bernama pacaran yang niscaya mengundang murka Ilahi.

Yuk move on! Karena pacarmu belum tentu jodohmu.

RWijaya
Samarinda, 31/08/2016, 19.28

Senin, Agustus 29

Dekadensi Moral Anak Bangsa, Salah Siapa?

Siapa yang tak tahu kelakuan remaja di zaman yang dikatakan modern saat ini. Hampir semua orang tua tahu. Bahkan anak-anak mereka tak jarang yang menjadi korban bahkan pelaku kerusakan yang terjadi.

Kesenangan yang fana telah membutakan hati para pemuda dewasa ini. Racun budaya berbisa yang dihembuskan oleh barat berhasil menggeser besarnya potensi pemuda menjadi dekadensi moral yang berkepanjangan.

Miris. Semakin hari penduduk dunia semakin rusak. Terlebih para pemuda-pemudinya. Dan lagi, untuk yang kesekian kalinya beredar foto miskin moral. Kali ini adegan tak pantas itu dishoot di sebuah kereta api dari Surabaya. Melakukan kemaksiatan di tempat umum saja mereka berani. Bagaimana jika bukan di tempat umum?

Dengan banyaknya fakta serupa, para orang tua pun semakin cemas. Pendidikan di dalam rumah ternyata tak mampu membentengi anak mereka dari luapan panas pergaulan di luar rumah. Lingkungan yang tidak kondusif di luar rumah berhasil membuat anak mereka bermuka dua. Terwarnai bukan mewarnai.

Mengapa semua ini bisa terjadi? Apakah individunya yang tak berbekal rasa takut pada Sang Pencipta, sehingga mereka bebas melakukan apa yang mereka inginkan? Atau keluarga --yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat-- tidak memberikan edukasi yang cukup bagi sang anak? Ataukah masyarakat sudah tidak lagi peduli dengan kerusakan ada? Atau apakah visi para penguasa bukan untuk menjaga moral anak bangsa, tetapi hanya untuk menjadi kaya?

Ya, semua adalah benar. Selama semua komponen tidak berjalan secara beriringan, maka selama itu jualah anak bangsa tidak akan terbebas dari lubang kenistaan. Wallahu a'lam.

RWijaya
Samarinda, 29/07/16 - 09.23