Rabu, Juni 14

AKU ADA DIMANA

Hanya mereka yang mengambil pelajaran dari dakwah yang mampu membalas hujatan saudara seiman dengan semanis-manisnya senyuman

Hanya mereka yang benar-benar mengenal Allah Ta’ala yang mampu berdiri tegak tuk berpegang teguh pada tali agama-Nya

Hanya mereka yang benar-benar mengenal siapa pencipta dan pengatur kehidupan yang mampu menerima syariat-Nya dengan hati yang lapang

Aku bertanya pada diriku. Aku ingin menjadi seperti siapa?
Abu Bakarkah? Yang tatkala datang kebenaran Islam di hadapannya, ia tak ragu sedikitpun untuk mengimaninya

Atau Umar bin Khatthab? Yang menjadi penentang dakwah Islam pada awalnya, namun beriman dengan penuh ketegasan dan keberanian kemudian

Atau Abu Sufyan? Yang tergolong orang-orang yang menyusun makar busuk untuk menghalau dakwah Rasulullah SAW, namun pada akhirnya ia terpaksa menerima Islam dengan rasa malu tatkala Islam telah dimenangkan oleh Dzat Yang Maha Pemberi Kemenangan

Ataukah Abu Jahal dan Abu Lahab? Yang menjadi penentang di garda terdepan terhadap kebenaran risalah yang dibawa oleh Baginda Rasul yang mulia hingga malaikat maut menjemput mereka untuk pulang menemui Sang Pemilik Adzab yang pedih

Aku tahu bahwa pilihan terbaik adalah mengambil posisi sebagaimana Abu Bakar Ash-shiddiq r.a. Namun Aku khawatir jikalau Aku berada pada posisi Umar bin Khatthab atau Abu Sufyan. Dan yang paling tidak kuinginkan adalah berada pada golongan Abu Jahal dan Abu Lahab yang telah jelas-jelas dilaknat oleh Allah SWT.

Aku tahu … Jika Aku tidak memihak pada kebenaran, maka pastilah Aku berada pada pihak yang mendukung kebathilan. Adalah jelas batas antara keimanan dan kekufuran itu. Tak ada posisi yang netral. Aku takut salah langkah!

Samarinda, 13/05/17, 15.05
RWijaya

Senin, Juni 12

Pendidikan Pra-Sekolah di dalam Islam*

Pendidikan pra-sekolah adalah pilar pertama dalam membangun kepribadian (pola pikir dan pola sikap) anak pada lima atau enam tahun pertama hidupnya. Di mana orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukkannya, yang setelahnya akan berkolaborasi dengan guru di sekolah ketika anak memasuki lingkungan sekolah.

Islam telah memberikan perhatian yang besar dalam tahap ini. Sebab, tahap ini sangat krusial bagi pendidikan anak. Tahap ini adalah tahap penentuan kepribadian anak hingga ia dewasa kelak. Maka, Islam telah menetapkan kurikulum pendidikan pra-sekolah berdasarkan keyakinan Islam. Dengan kata lain, semua bahan-bahan studi dan metode pengajaran diformulasikan sesuai dengan pendidikan Islam.

KURIKULUM PENDIDIKAN PADA TAHAP PRA-SEKOLAH
Bahan-bahan studi akan bertemu pada penyusunan dan perkembangan kapasitas linguistik anak. Anak harus didorong dan dibiasakan untuk berpikir dan mengungkapkan apa yang ia pikirkan dengan komunikasi yang kontinu. Memastikan ketepatan setiap huruf yang ia ucapkan serta mengenalkan apa saja yang bisa diindera oleh anak dengan informasi yang benar; organ tubuh, benda-benda mati, hewan dan tumbuhan, serta mengenalkan pula lingkungan tempat ia tinggal, seperti pegunungan, dataran, sungai, tetangga, kerabat, teman dan lain-lain.

Perhatian juga harus diberikan kepada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anak. Orang tua harus mampu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh anak dengan jelas, benar dan persuasif. Hal ini harus menjadi perhatian yang serius bagi orang tua. Karena, apabila terjadi kesalahan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan anak, akan berdampak buruk bagi informasi yang mereka rekam dan akan mempengaruhi pola sikapnya.

Dan anak harus diajarkan tentang arah, panjang serta ukuran dari benda-benda yang ia gunakan dan tata cara menggunakan benda-benda tersebut jika memang ia harus menggunakannya, agar menjaga anak dari benda-benda berbahaya seperti pisau, gunting, gas, api, dan lain sebagainya.

Tidak lupa, anak pun harus diajarkan tentang bagaimana tata cara mencuci tangan, menyikat gigi, serta memakai pakaian hingga mengikat tali sepatu dengan benar.

Untuk itu, perhatian yang lebih harus diberikan pada komponen-komponen berpikir, yakni panca indera dan otak. Kebutuhan dasar anak harus dipenuhi dengan baik agar alat indera dan otaknya berkembang secara alami sehingga anak akan mampu menggunakannya secara optimal dalam proses pendidikannya.

Dan penting untuk diketahui bahwa cara terbaik untuk menanamkan suatu konsep kepada anak adalah dengan menghubungkan kata-kata dengan realitas atau fakta yang mampu diindera. Metode ini akan memungkinkan anak untuk memfungsikan seluruh panca inderanya secara optimal. Jika ada sebuah apel misalnya, maka pertama-tama anak harus tahu dengan pasti bahwa buah yang dihadapkan padanya adalah apel. Kemudian biarkanlah anak untuk menginderanya secara rinci dengan menyentuh, mencium dan merasakannya.

Adapun jika suatu realitas dirasakan sebagai perasaan, maka kita harus menunjukkan ekspresi yang tepat dari realitas tersebut, misalnya rasa lapar. Bisa dengan mengekspresikan secara langsung kepada anak atau menanyakan kepada anak, kira-kira seperti apa ekspesinya kalau sedang lapar. Atau bisa pula dibantu oleh media berupa gambar yang menunjukkan ekspresi seseorang yang sedang merasakan lapar.

Adapun jika realitas tersebut hanya bisa dirasakan pengaruhnya, seperti “Allah adalah Sang Pencipta”. Maka harus kita hubungkan dengan sesuatu yang bisa diindera oleh anak, yaitu ciptaan-ciptaan Allah, seperti manusia, alam semesta dan kehidupan. Dan apabila realitasnya tidak ada pada masa sekarang, seperti Nabi dan Rasul, kita bisa membacakan kisah-kisah dan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang mengisahkannya. Tidak lupa pula untuk mengenalkan mereka perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak serta membimbing mereka untuk mampu mengklasifikansikannya.

Pola yang ada inilah yang baku di dalam pendidikan Islam. Sedangkan gaya dan caranya bisa berubah-ubah dan beragam sesuai dengan kebutuhan.

Kita juga harus menanamkan empat niai utama pada anak, yaitu: pertama, nilai spiritual. Menghubungkan keyakinan Islam dengan syariat melalui aktivitas ibadah, akhlak, pakaian, makanan dan muamalah (hubungan/interaksi dengan sesama manusia). Kedua, nilai kemanusiaan. Mengajarkan anak mengenal ikatan keluarga, tetangga, teman dan bersikap yang baik terhadap mereka dan bekerja sama dengan mereka. Ketiga, nilai moral. Mendidik dan membesarkan mereka berdasarkan moral Islam. Dan keempat, nilai material. Mengajarkan kepada anak bagaimana menjaga kebersihan, kesehatan dan kekuatan fisiknya.

Seorang anak, sebagaimana manusia pada umumnya, rentan akan perilaku yang buruk. Maka Islam mempunyai beberapa metode untuk mengatasinya:

Metode pemberian reward (penghargaan):
Metode ini digunakan untuk mendorong anak dalam berperilaku yang benar berdasarkan konsep Islam. Kita harus senantiasa memberikan reward setiap kali anak mengulangi perbuatan sama atau pun perbuatan-perbuatan kebaikan yang lainnya. Reward tidak selalu diberikan dalam bentuka materi atau harta benda, tetapi bisa pula dalam bentuk sanjungan atau pujian. Tiga hal yang perlu kita perhatikan dan hindari dari tahap ini adalah gagal memberikan reward atas perilaku baik, menghukum perilaku baik, dan menghadiahi perilaku buruk pada anak!

Metode Penghapusan (“sengaja membiarkan kesalahan”):
Metode ini adalah pengabaian perilaku buruk anak (yang ia lakukan untuk mencari perhatian), seperti mengganggu dan berteriak dan menunggu mood anak berubah. Saat anak berhenti berteriak dan tenang, saat itulah kita berikan perhatian padanya.

Metode Hukuman:
Metode hukuman adalah seperti menampakkan ketidakpuasan kita terhadap perilaku buruk yang anak lakukan, jika perbuatan itu bukanlah suatu kelalaian, melainkan suatu kesengajaan. Pada tahap ini, pemukulan fisik anak tidak diperkenankan.
Inilah ringkasan dari pendidikan pra-sekolah yang ada di dalam Islam. Dengan menjadikan metode pengajaran kenabian sebagai sandarannya. Semoga Allah memampukan kita untuk mendidik anak-anak kita menjadi generasi yang akan membangun peradaban masa depan. Wallahu a’lam bi ash-showwab []

*disarikan dari makalah Konferensi Perempuan Internasional 5

Minggu, April 2

Islam Berjaya, Ummat Mulia di Bawah Naungan Panji Al-Liwa dan Ar-Royah

Oleh: Rika R Wijaya (Anggota Tim Kontak Aktivis MHTI Chapter Kampus Samarinda)

#PanjiRasulullah #IslamRahmatanLilAlamiin

Generasi ummat Muslim bagaikan tanaman. Ia laksana benih-benih yang ditanam, dirawat dan dijaga agar tumbuh menjadi generasi yang kepribadiannya mengakar kuat dengan aqidah Islam sebagai pupuknya.

Namun sayang beribu sayang. Generasi ummat Muslim cemerlang yang selama berabad-abad berdiri kokoh itu telah tumbang bersamaan dengan tumbangnya benteng kaum Muslimin tepat pada tahun 1924 M di tangan seorang penghianat bernama Mustafa Kemal At-Taturk.

Generasi Rabbani yang selama rentang waktu yang panjang menerangi sejarah dunia kini telah disulap menjadi generasi yang rusak dan bobrok. Rusak oleh pemikiran rendahan. Dan bobrok oleh budaya kufur yang hina.

Tatkala benteng kaum Muslimin dihancurkan, generasi ummat Muslim rusak, tatanan sosial di masyarakat hancur, kesyirikan merajalela dan ukhuwah Islam dibumihanguskan.

Wahai saudaraku, kaum Muslimin. Cobalah sedikit kita buka mata hati kita. Jujurlah terhadap kegelapan yang menyelimuti ruang pikir generasi ummat Muslim kita, yang memporakporandakan tatanan sosial masyarakat Islam, yang menciptakan kesyirikan teramat parah, dan yang meruntuhkan bangunan ukhuwah Islamiyyah yang berlandaskan pada keimanan yang kokoh.

Saksikanlah! Betapa ketiadaan Islam di benak ummat telah membuat ummat cinta dunia dan takut mati.

Benar, Islam diajarkan di rumah-rumah dan di madrasah-madrasah. Namun hanya sebatas teori, nihil realisasi. Islam diposisikan hanya sebagai ritual belaka, bukan ideologi (pandangan hidup) yang menjadi mercusuar segala aktivitas; dari bangun tidur sampai bangun negara, dari masuk wc sampai masuk surga.

Bukankah Allah SWT mengutus Rasulullah Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam? Sebagaimana yang telah Allah firmankan di dalam Al-Quran yang mulia:
وما ارسلناك الا رحمة للعالمين
“Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (TQS. AL Anbiya 107).

Lalu mengapa, pada hari ini seolah firman Allah itu tiada wujudnya?

Mari kita buka kembali lembaran-lembaran sejarah kejayaan Islam. Maka akan kita temukan kilauan cahaya yang terang benderang pada setiap halamannya. Setiap paragrafnya akan memancarkan ruh-ruh kegemilangan. Ummat berpegang teguh pada keyakinannya terhadap Pencipta dan pengatur semesta, sedangkan seorang khalifah menjadi perisai yang pertama dan utama di belakangnya.

Al-Khawarizmi, Abbas Ibnu Firnas, Ibnu Sina, dan ilmuwan Muslim lainnya adalah generasi cemerlang yang lahir dari rahim yang menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan. Bahkan, di sisi lain mereka adalah para ahli Hadits, ahli Tafsir dan ahli Ilmu Qur’an.

Apa yang membedakan kita dengan mereka? Bukankah kita dan mereka sama-sama Muslim? Bukankah Pencipta, Rasul dan kitab kita dan mereka sama?

Ya, jawabnya adalah karena mereka hidup di bawah naungan panji Al-Liwa dan Ar-Royah. Mereka hidup di bawah kesatuan ukhuwah islamiyyah. Mereka hidup dibawah keteduhan ridho Sang Pencipta langit dan bumi disebabkan menjadikan Islam sebagai satu-satunya mercusuar berpikir dan bertingkah laku.

Islam Rahmatan Lil 'alamin benar-benar terpampang nyata. Seorang khalifah benar-benar hadir menjadi perisai mereka. Di bawah kibaran panji Al-Liwa dan Ar-Royah 2/3 dunia berjaya. Makhluk bumi dan langit menjadi saksi keemasannya.

Sungguh ummat tengah dilanda kerinduan mendalam akan terwujudnya kejayaan Islam yang telah dijanjikan. Ummat rindu hidup di bawah naungan panji mulia yang akan mempersatukan ummat seluruh dunia di dalam satu ketaatan, yaitu ketaatan kaffah kepada Allah SWT.

Dan sungguh panji Al-Liwa dan Ar-Royah tidak akan menebarkan semerbak wangi kibarannya tanpa adanya institusi syar'i yang akan menancapkan tongkat tauhidnya dengan kokoh.

Tidak lain institusi itu ialah Khilafah 'alâ minhâj al-nubuwwah. Dengan Khilafah, negeri-negeri Islam yang kini membentang dari Maroko hingga Merauke dapat dipersatukan. Tatkala dihimpun dalam satu daulah, maka Khilafah akan menjadi negara raksasa yang disegani dunia. Tidak ada yang berani melawan dan melecehkan.

Dengan Khilafah pula, umat Islam beserta agamanya terjaga. Darah, kekayaan, dan kehormatan akan terpelihara. Sebab, khalifah sebagaimana disebutkan Rasulullah saw adalah junnah, perisai. Beliau bersabda:

«وَإِنَّمَا الإمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»
Sesungguhnya imam itu adalah perisai, tempat berperang di belakangnya dan berlindung dengannya (HR al-Bukhari).

Wahai saudaraku kaum Muslimin, tidakkah kita merindukan kehadirannya? Tidakkah kita rindu hidup di bawah naungan panji al-Liwa dan Ar-Royah? Marilah kita sempurnakan ibadah kita dengan turut berjuang menegakkan Khilafah. Bersegeralah melangkah dalam barisan para pejuang syariah dan Khilafah. Semoga Allah SWT menyegerakan pertolongan-Nya dengan kembalinya Khilafah ‘alâ minhâj al-nubuwwah; dan kita termasuk di antara orang-orang yang ada di barisan yang memperjuangkannya.

Dengannya-lah ummat akan berkarya. Dengannya-lah dunia akan berjaya. Dan dengannya-lah kita ‘kan meraih ridla Allah Ta'ala. Wallahu a’lam bi ash-showwab []

Senin, Maret 13

DULU KINI NANTI

Dulu ...
Di bawah panji ini
Terpatri janji setia pada pengatur bumi

Dulu ...
Di bawah panji ini
Pecinta surga menjemput mati

Dulu ...
Di bawah panji ini
Terlahir generasi rabbani

Dulu ...
Di bawah panji ini
Seluruh alam dirahmati dan diberkahi

Kini ...
Bukan di bawah panji ini
Para pembangkang mengatur bumi sendiri

Kini ...
Bukan di bawah panji ini
Pencinta dunia takut mati

Kini ...
Bukan di bawah panji ini
Terlahir generasi silau materi

Kini ...
Bukan di bawah panji ini
Seluruh alam rusak dan dimurkai

Nanti ...
Di bawah panji ini
Janji setia terpatri kembali

Nanti ...
Di bawah panji ini
Pencinta surga mewarna bumi lagi

Nanti ...
Di bawah panji ini
Generasi rabbani suburkan seluruh negeri

Nanti ...
Seluruh alam kan dirahmati dan diberkahi Sang Ilahi

Adakah hati mengimani
Janji suci yang tak mungkin mendustai?

Adakah langkah membersamai
Perjuangan suci penghantar pada persemayaman abadi?

Ataukah hati masih terselimuti
Kabut hitam penuh dengki?

Ataukah hati terlanjur mati
Tertikam racun peri penuh benci

Samarinda, 14/3/17, 10.20
RWijaya

*Fotografer : Zauju Ismariah Ummu Fijib
Location : Samarinda_Kaltim

#IslamRahmatanLilAlamin
#CintaPanjiRasulullah
#AlLiwaArRoyah

Rabu, Maret 8

TENTANG RINDU

Siapa yang tak kenal rindu? Ah, pastilah semua pernah merasakannya.

Entah rindu kepada orang tua, kampung halaman, udara yang sejuk, rumah, atau apalah.

Rindu adalah aktivitas hati. Ia ada karena fitrah. Fitrah yang terpancar dari gharizah nau' alias naluri berkasih sayang yang Allah SWT ciptakan pada setiap insan manusia.

Rindu boleh kepada siapa saja, selama dibenarkan syariat.

------------

Adapun merindu, maka ia terbagi menjadi 2, yaitu merindu yang pasti dan merindu yang tidak pasti.

Semua tidak akan dibahas di sini. Saya mengambil satu sisi saja tentang rindu, yaitu merindu yang tidak pasti. Karena rindu jenis ini banyak sekali yang mengalami.

Merindu yang tidak pasti terbagi lagi menjadi 2; Ada yang boleh dan ada yang tidak boleh.

Sebagai contoh;
Pertama, merindukan si dia yang belum halal bagimu.

Kedua, merindukan bulan suci yang penuh berkah dan ampunan.

Merindu yang pertama, kenapa tidak pasti?
Ya karena belum tentu si dia adalah jodohmu .

Merindu yang kedua kenapa tidak pasti?
Karena batas usia tidak ada yang tau. Mana tahu esok hari nafas telah luput dari diri. Bahkan detik berikutnya nyawa tak lagi membersamai tidak ada yang bisa memastikan. Maka, belum pastilah kita bisa bertemu dengannya lagi.

Merindu yang tidak pasti mana yang boleh dan mana yang tidak boleh?

Contoh yang pertama jelas tidak boleh. Sedangkan yang kedua sangat dibolehkan. Kenapa? Bisa dicari sendiri!

Nah, karena contoh yang kedua dibolehkan, maka rindulah serindu-rindunya. InsyaAllah 79 hari lagi ia akan tiba. Sedangkan kita tidak mampu menangguhkan waktu untuk terus melihat dunia.

Mohonlah kepada Sang Pemilik nyawa diri untuk dipertemukan lagi dengannya. Jikapun Dia takdirkan kita untuk tidak bertemu dengannya lagi, setidaknya kita telah merindukannya. Dan yang paling penting adalah kita tidak salah dalam menempatkan rindu.

Dan jangan lupa untuk merindukan kampung akhirat. Tempat rehat yang abadi. Karena dunia hanyalah tempat untuk mendaki ujian-ujian kehidupan, yang kan menentukan buah tangan yang dipersembahkan.

Samarinda, 10 Jumadil Akhir 1438H - 9/3/17, 00.11

RWijaya

Senin, Maret 6

BAHAGIA

Harta adalah kebahagiaan, menurut sebagian orang.
Bahagia adalah jika mendapatkan harta baru. Mendapatkan barang baru. Atau yang sejenisnya.

Terlebih jika barang itu adalah kado alias pemberian sang terkasih. Entah itu adalah suaminya, isterinya, anaknya, atau mungkin sahabatnya.

Hati serasa berbunga. Kecintaan bertambah. Begitulah Allah kabarkan melalui lisan Nabi Shollallahu 'alayhi wa sallam bahwa saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai (HR. Bukhari)

Namun, sering kali terjadi kekeliruan dalam memaknai bahagia, khususnya bagi para orang tua. Bahagia
Menurut mereka adalah ketika sang buah hati telah tumbuh dewasa dan sukses dalam hal karirnya. Yang kemudian mampu mengumpulkan pundi-pundi rupiah yang berefek pada mudahnya sang buah hati membelikan barang ini dan itu. Kesimpulannya, "anak saya sukses membahagiakan saya!"

Tidak salah memang. Karena telah nyata bertambah kecintaan ketika hadiah diberikan, sesuai yang dikisahkan Rasulullah.

Hanya saja, mengukur kebahagiaan dengan standar harta saja tidaklah cukup. Orang tua seharusnya bahagia tatkala sang buah hati tumbuh dewasa dalam dekapan ilmu dan amal Islam. Menjadi anak yang sholih dan sholihah yang akan mengantarkan orang tua kepada kebahagiaan hakiki, yakni jannah.

Orang tua seharusnya bersedih bahkan was-was jika sang buah hati jauh dari hukum syara'. Terperosok dalam lubang kemaksiatan. Karena setiap langkah kaki sang anak yang tidak sesuai hukum syara' akan mendekatkan orang tua ke tempat yang tidak diinginkan setiap manusia, yaitu neraka.

Harta bisa dibeli. Namun keimanan tidak. Keimanan yang hakiki tak akan mampu dibeli dengan uang berapapun. Keimanan yang kokoh takkan mampu tergantikan oleh nikmat harta yang dititipkan.

Surga. Surga pun tak mampu dibeli dengan harta benda yang mewah dan mahal sekalipun. Ia hanya bisa dibeli dengan keimanan dan ketakwaan yang melahirkan keridhoan Sang Pemilik surga.

Begitulah bahagia. Ia tidak cukup hanya di ukur dengan harta. Namun, keimanan dan ketakwaan adalah yang utama d terutama. InsyaAllah, jika standarnya adalah keimanan, harta pas-pasan pun tidak menjadi suatu persoalan yang berarti. Wallahu a'lam.

Samarinda, 07/03/17, 11.57
-RWijaya-

Minggu, Maret 5

Prahara Dibalik Masuknya Pemikiran Asing

Oleh: RWijaya (Anggota Tim Kontak Aktivis MHTI Chapter Kampus Samarinda)

Tatkala islam memayungi sepertiga belahan dunia selama kurang lebih 14 abad, rakyat yang ada di bawah naungannya mendapatkan keteduhan yang menentramkan. Umat Islam berada pada frekuensi kekuatan yg satu. Tak ada yang mampu meruntuhkan benteng kekuatan kaum muslim, sebab kekuatan mereka dibangun dengan bangunan keimanan yang kokoh. Dan Tak ada yang mampu membedakan satu dengan yang lainnya kecuali ketakwaan yang mengalir bersama aliran darah kaum muslimin.

Namun, lambat laun payung yang berdiri kokoh menaungi umat itu mulai rapuh. Ranting-ranting yang menopang atapnya mulai diserang oleh racun-racun pemikiran yang menyisakan luka-luka yang sulit disembuhkan. Luka yang berbisa. Lebih ampuh untuk mematikan denyut perjuangan para pemuda pejuang islam dibandingkan luka yang menyayat saat berlaga di medan jihad fii sabilillah.
Racun-racun pemikiran yang telah merebak di tengah-tengah ummat, menjadi wabah yang kian menjamur dari masa ke masa. Para penjajah terus bergerak. Hingga kesakitan yang melanda ummat tak mampu dibendung, ditandai dengan runtuhnya institusi yang memayungi ummat. Meskipun ummat masih mencoba menelan pil-pil yang mampu mendatangkan kesembuhan, namun ummat tetap gagal. Ummat semakin tercerai berai, sakit parah.. Tersekat oleh dinding-dinding nasionalisme, yang memudarkan ikatan akidah Islam yang mulia.

Begitulah adanya. Tsaqofah asing (baca: racun pemikiran barat) berpengaruh besar terhadap menguatnya cengkeraman kekufuran dan penjajahan. Pengaruhnya mengikat ummat, sehingga ummat merasa bergantung padanya. Mempengaruhi perjalanan hidup ummat. Menjadi penentu arah ummat dalam bersikap dan berperilaku
Melalui tsaqofahnya yang rusak dan merusak para penjajah merancang sistem pendidikan yang memancarkan pandangan hidup mereka, yaitu sekularisme alias pemisahan agama dari kehidupan. Dengan tsaqofah bobrok yang mereka tanamkan pada pemikiran-pemikiran kaum muslim, mereka berhasil merenggut kepribadian ummat islam. Anak-anak didik kaum muslim semakin jauh dari pemikiran islam yang seharusnya menjadi sandaran dan idealismenya.

Gambaran tentang sejarah, fakta dan lingkungan yang berasal dari barat mengisi akal-akal generasi muslim. Seolah-olah, barat adalah satu-satunya peradaban yang mengisi segala lini kehidupan di dunia. Dan generasi muslim menelannya mentah-mentah. Hingga penjajahan dirasakan sebagai sesuatu yang mulia dan layak dijadikan sebagai kebanggaan. Akibat adanya penjajahan banyak hal yang patut "disyukuri". Sungguh ini pemikiran yang sangat dangkal dan jahil.

Begitulah pengaruh pendidikan sekuler. Yang menjadikan tsaqofah asing sebagai pelurunya. Generasi Islam terdidik oleh pemikiran yang bukan pemikiran asli mereka. Mereka dipaksa untuk berpikir sebagaimana orang lain berpikir. Sehingga, gambaran tentang kebangkitan kabur di pandangan matanya, bahkan lenyap sama sekali dari benaknya. Wallahu a'lam bi ash-showwab []

*Referensi:
1. Kitab At- Takattul Hizbiy karya Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani

2. Politik Partai (Strategi Baru Perjuangan Partai Politik Islam) karya Muhammad Hawari

Sabtu, Februari 25

Memurnikan Tujuan Pergerakan Mahasiswa (Refleksi Aksi Bela Rakyat 121)

Oleh : RWijaya (Anggota Tim Kontak Aktivis MHTI Chapter Kampus Samarinda)

Dunia telah berusia. Kerusakan demi kerusakan dan kedzholiman demi kedzholiman muncul kepermukaan tatkala hukum Ilahi terabaikan. Berbagai problematika kehidupan yang seakan tiada henti-hentinya, yang menghampiri setiap lini kehidupan menjadikan penduduk bumi mencoba bangkit dan berdiri untuk mempertahankan eksistensi.

Siapa yang kuat, maka dialah yang akan menang dalam pertarungan. Siapa yang lemah, maka ia harus siap untuk tersisih dari ring pertarungan. Inilah yang terjadi hari ini. Siapa pun yang berkuasa bebas membuat kebijakan-kebijakan di atas berbagai kepentingan-kepentingan yang jauh dari aturan pemilik bumi.

“Kado pahit” yang diberikan pada akhir tahun 2016 oleh pemerintahan Jokowi-JK mengundang berbagai respon di berbagai kalangan. Mulai dari kalangan pedagang, ibu rumah tangga, hingga masyarakat pada umumnya, dan tak terkeculi mahasiswa.

Pasalnya, pada awal tahun ini pemerintah menaikkan biaya pengurusan STNK, BPKB, TNKB sebesar 100-300%. Bahan bakar minyak pun (selain Premium RON 88) naik Rp.300,- perliter. Selain itu, kenaikan harga juga terjadi pada TDL (Tarif Dasar Listrik) untuk pengguna golongan 900 VA. Yang lebih mencengangkan, yaitu kenaikan beberapa harga kebutuhan pokok, diantaranya yang paling pedas yaitu kenaikan harga cabai.

Hal inilah yang kemudian mengundang berbagai gerakan mahasiswa untuk bersuara dalam aksi bela rakyat 121 lalu. Dalam aksinya, berbagai gerakan mahasiswa yang di kawal oleh Badan Eksekutif Mahasiswa ini menyampaikan penolakan mereka terkait kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak pro rakyat. Diantaranya mereka menuntut pemerintah untuk mencabut PP no. 60 tahun 2016 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak, menolak kenaikan BBM, TDL dan harga cabai, serta mengecam presiden dan jajarannya yang saling lempar batu sembunyi tangan atas kebijakan yang dibuat.

Namun, apakah aksi bela rakyat ini mampu membawa kepada perubahan yang berarti?

Jika kita telaah dengan seksama, pada umumnya pergerakan mahasiswa hari ini terbagi menjadi dua kubu, yaitu kubu yang pertama adalah pergerakan mahasiswa yang mengarah kepada perbaikan individu semata. Pergerakan semacam ini cenderung appolitis. Mereka hanya fokus pada perbaikan diri sendiri. Yang mereka cari adalah bagaimana caranya agar “saya memiliki pribadi yang baik”. Aktivis-aktivis pergerakan ini sangat jarang membahas permasalahan politik. Bagi mereka, politik adalah urusan para pejabat negara dan partai-partai politik saja.

Adapun kubu yang kedua adalah pergerakan mahasiswa yang politis dan kritis, namun pemikiran mereka cenderung sekuer-liberal atau sosialis. Bagi mereka, urusan kehidupan tidak ada kaitannya dengan agama. Sehingga, tuntutan-tuntutan yang mereka layangkan kepada pemerintah pun cenderung bersifat hanya sebagai tuntutan saja. Dan tak jarang mereka terjebak pada solusi-solusi yang bersifat pragmatis.

Mahasiswa memiliki potensi yang sangat besar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Mahasiswa adalah ujung tombak rakyat. Namun, jika mahasiswa terjebak pada pergerakan seperti dua kubu tadi, maka ini bisa menjadikan mahasiswa sebagai wadah estafet kesesatan politik. Karena mahasiswa adalah pemimpin masa depan. Merekalah kelak yang akan menduduki kursi-kursi pemerintahan.

Maka, sudah seharusnya mahasiswa menjalankan fungsi strategisnya sebagai agen of change untuk mengawal perubahan di tengah-tengah masyarakat. Merekalah yang akan mengedukasi masyarakat. Menyadarkan masyarakat dengan menawarkan solusi-solusi fundamental yang akan menghantarkan pada peubahan hakiki yang diidam-idamkan.

Tidak akan menghasilkan perubahan hakiki jika edukasi yang diberikan bukan berasal dari Islam. Sebab, Islam bukan hanya ibadah ritual. Melainkan Islam juga merupakan ideologi alias pandangan hidup yang memuat segala macam solusi bagi problematika kehidupan.

Islam adalah ideologi yang berasal dari pencipta bumi dan seisinya. Manusia pun bagian dari ciptaan Allah SWT. Pencipta mesin cuci adalah yang paling tahu bagaimana cara mengoperasikan mesin cuci buatannya. Begitupun dengan manusia. Tidak ada yang paling mengetahui secara rinci terkait penggunaan potensi yang ada pada manusia keculi penciptanya, yaitu Allah SWT.

Sebab itulah, Allah SWT menciptakan manusia seperangkat dengan aturan-aturan yang telah disampaikan melalui utusan-Nya, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.

Maka, dengan mengambil Islam sebagai ideologi, pergerakan mahasiswa akan mengantarkan dunia kepada perubahan yang berarti. Perubahan yang berlandaskan pada ketaatan pada Sang Pencipta. Pergerakan mahasiswa seperti ini tidak akan menuntut kecuali ia telah mengetahui kenapa kebijakan-kebijakan tidak pro rakyat bisa muncul. Mereka tidak akan sekedar menuntut kebijakan-kebijakan pemerintah, namun bersamaan dengan itu mereka akan menawarkan Islam sebagai solusi. Mereka akan bersinergi dan bergandengan tangan dengan rakyat dalam menuju perubahan hakiki. Wallahu a’lam bi ash-showwab []

Samarinda, 11/2/17, 22.38

Tentang Mereka

Ada banyak hal yang ingin kukisahkan . Tentang mereka. Tentang mereka yang berjalan dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang.

Ada rona yang bersinar dari wajah yang sumringah. Menampakkan keasrian yang memancarkan cahaya keimanan.

Mereka adalah manusia-manusia berhati baja. Tak lemah oleh hempasan-hempasan caci maki yang tak terbilang. Telinga mereka kebal dari virus-virus yang siap mematikan gerak dengan kalimat pamungkasnya.

Harta, pikiran, tenaga bahkan nyawa mereka korbankan hanya untuk pencipta. Bagi mereka, ridho-Nya adalah tujuan. Sedangkan pujian manusia bukanlah apa-apa.

Mereka adalah pembelajaran sejati. Bagi mereka, mendapatkan ilmu itu tidak dengan melihat siapa yang menyampaikan, tetapi apa yang disampaikan.

Berteman dengan mereka adalah keberuntungan. Berjuang bersama mereka adalah perhiasan yang tak ternilai harganya.

Ada lelah yang tersimpan rapat. Namun, tertutup oleh semangat juang yang kian membara. Keluh kesah hampir tak pernah hinggap menghiasi tutur mereka. Yang mereka ungkap hanya bait-bait keindahan yang menebarkan wangi semerbak ketaqwaan.

Samarinda, 25/2/17, 21.42
RWijaya