Sabtu, September 10

Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak, Cukupkah?

Oleh: RWijaya

Kenakalan remaja di era ini memang tidak bisa dipungkiri lagi maraknya. Seolah, jika kita mendengar kata remaja, yang terbayang di benak kita adalah kenakalan-kenakalannya. Mulai dari seks bebas, aborsi, menonton film porno hingga narkoba dan lain sebagainya.

Fenomena gunung es ini menjadi bukti bobroknya moral para remaja kita dewasa ini. Hal ini diperparah dengan rusaknya tatanan sosial di tengah-tengah masyarakat yang ditandai dengan lumrahnya permasalahan semacam ini serta acuhnya masyarakat terhadap berbagai kerusakan yang menari bebas di tengah-tengah kehidupan para remaja.

Melihat permasalahan moral anak bangsa yang notabenenya mereka adalah pemimpin di masa depan, rasanya memang sangat miris. Terus meningkatnya presentase kerusakan yang terjadi pada anak bangsa ini bagaikan bola salju yang terus-menerus menggelinding, yang menjadikannya semakin membesar dari waktu ke waktu.

Belum lama ini publik tengah dikejutkan oleh kasus kekerasan seksual yang disertai dengan pembunuhan dari suatu daerah di Bengkulu, Rojong Lebong, yang menimpa seorang remaja putri bernama Yuyun. Mirisnya, siswi SMPN 5 Padang Ulak Tanding ini adalah korban dari 14 tersangka pemuda dan 7 diantaranya adalah anak-anak, yang tengah pesta minuman keras.

Lebih mengenaskan lagi, kasus yang menimpa pelajar SMPN kelas II ini bukanlah satu-satunya. Kasus yang seketika menghebohkan media publik ini hanyalah satu dari ribuan kasus. Yang tidak terdata dan tidak diekspose oleh media tentu lebih banyak lagi.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan, catatan tahunan 2016 menunjukkan terjadi kenaikan data jenis kekerasan seksual dibanding tahun sebelumnya, yakni 11.207 kasus. Sebagian besar data yang terdapat pada catatan tahunan 2016 ini bersumber dari pengaduan korban ke lembaga-lembaga negara, organisasi pendamping korban, maupun pengaduan secara langsung oleh korban ke Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

Parahnya, kasus-kasus yang terjadi beberapa tahun belakangan ini dilakukan oleh para pemuda, remaja bahkan anak-anak. Kalau boleh dikatakan, dulu para pemuda, remaja, dan anak-anak adalah korban. Namun sekarang, merekalah yang menjadi tersangka.

Faktor penyebab

Banyak faktor penyebab yang membuat kasus-kasus seperti di atas kerap kali terulang secara berkesinambungan. Di antaranya adalah, pertama, tidak adanya ketakwaan individu yang ditanamkan pada anak. Kedua, lemahnya peran keluarga dalam mendidik anak. Ketiga, rusaknya tatanan sosial di masyarakat, dan keempat, hilangnya fungsi negara sebagai perisai bagi rakyatnya.
Setiap anak yang dilahirkan di dunia ini tentu sesuai dengan fitrahnya. Yakni berada dalam keadaan yang suci bersih tanpa noda. Ketika lahir, anak belum mempunyai informasi apapun tentang kehidupan dunia. Anak diibaratkan bagai kertas putih tanpa goresan pena. Keluarga/orang tualah yang akan mengarahkan sang anak apakah berjalan sesuai dengan fitrahnya atau keluar dari batasan fitrah, serta akan memberikan informasi-informasi kepada anak.

Untuk itu, keluarga (terutama orang tua) adalah peletak dasar pendidikan bagi anak. Di dalam keluargalah anak memulai kehidupannya. Dan di dalam keluarga pula anak akan memulai interaksinya dengan selainnya. Sehingga, pembentukan kepribadian pada anak pertama kali akan dibentuk di dalam keluarga.

Anak yang hidup di lingkungan keluarga yang baik, maka akan bermoral baik. Dan sebaliknya, anak yang hidup di lingkungan keluarga yang buruk, maka si anak akan bermoral buruk pula. Dengan kata lain, lingkungan keluarga yang baik akan bernilai positif bagi si anak. Dan sebaliknya, lingkungan keluarga yang buruk akan bernilai negatif bagi anak.

Di sinilah peran keluarga terutama orang tua sangat penting. Karena merekalah yang akan “menentukan” masa depan anak Orang tua adalah sebagai guru dan sekaligus orang yang akan di “taati” oleh anak. Lantas apa jadinya jika orang tua salah dalam mengambil langkah bagi pendidikan anak? Karena benar salahnya informasi yang di berikan orang tua akan menetukan kepribadian (pola pikir dan pola sikap) anak.

Adapun keluarga, ia tetaplah sebagai bagian daripada masyarakat. Sedangkan individu di dalam keluarga adalah sebagai bagian daripada anggota masyarakat. Untuk itu, setiap individu pasti akan berinteraksi dengan masyarakat yang ada di lingkungan tempat ia hidup. Meniadakan peran individu dalam bermasyarakat adalah hal yang sangat mustahil.

Masyarakat merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi pendidikan bagi anak. Maka, rusaknya tatanan sosial di masyarakat akan berpengaruh pada pendidikan atau kepribadian (pola pikir dan pola sikap) anak. Jadi, apakah pendidikan di dalam keluarga merupakan jaminan tidak rusaknya anak ketika keluar dari lingkungan keluarga?

Belum lagi hal ini di perparah oleh negara yang tidak lagi menjadi perisai/ pelindung bagi rakyatnya, terutama pada anak. Negara tidak menerapkan hukum yang memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Sehingga kasus yang sama pasti akan terus berulang.

Maka, untuk menuntaskan segala macam persoalan yang menimpa pada anak maupun remaja, perlu adanya pengembalian peran masing-masing komponen; ketakwaan individu yang ditanamkan di dalam keluarga, tatanan sosial masyarakat yang peduli akan lingkungan sekitar dengan berperan aktif dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran serta adanya negara yang berfungsi sebagai perisai dan menjamin adanya ketakwaan pada setiap individu serta memberikan sanksi yang tegas bagi setiap pelaku kejahatan.
Untuk itu, memaksimalkan peran keluarga dalam pendidikan anak selamanya tidak akan efektif jika kita tidak mengembalikan masyarakat dan negara pada perannya masing-masing. Memperkuat peran keluarga adalah baik. Hanya saja upaya itu tidak akan  maksimal tanpa adanya peran masyarakat dan negara yang berjalan beriringan.

Samarinda, 16 Mey 2016

Jumat, September 9

Hidup adalah ...

Hidup adalah pertualangan. Pertualangan yang berakhir pada sebuah peristirahatan. Peristirahatan terakhir yang ditentukan oleh apa yang kita lakukan saat bertualang. Maka, pilihlah jalan yang tepat dalam bertualang. Karena pilihanmu itulah yang akan menentukan tempat peristirahatan terakhirmu.

RWijaya

#MuslimahMenulis
#MenulisItuBerbagi
#Fastwriting
#AkademiMenulisKreatif

Rabu, September 7

Aku Kaku

Kini ...
Aku kaku, kelu, beku
Ditahan oleh nafsu
Membelengguku hingga mendarah biru

Aku kaku
Dengan karyaku
Dengan ideku
Dengan azzamku

Aku kaku
Dengan segala yang ada padaku

Tolong ... !!!
Kembalikan aku
Kembalikan aku
Kembalikan aku pada titahku
Bersamanya lagi kuberjibaku
Bersama pena dan tumbukan ide yang berbuku-buku

#Fastwriting